Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Menristekdikti Gagas Guru Besar dan Dosen Impor, Begini Reaksi Para Dosen

Menristek dan Dikti Mohamad Nasir ditolak habis-habisan oleh ahli dan dosen karena menggagas impor guru besar hingga dosen.

Editor: Y Gustaman
zoom-in Menristekdikti Gagas Guru Besar dan Dosen Impor, Begini Reaksi Para Dosen
Net
Perkumpulan Ahli dan Dosen Republik Indonesia atau ADRI. 

Laporan Wartawan Surya, Sulvi Sofiana

SURYA.CO.ID, SURABAYA – Perkumpulan Ahli dan Dosen Republik Indonesia (ADRI) menentang gagasan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir.

Belum lama ini ia menggagas penambahan guru besar hingga dosen impor. Ia beralasan banyak dosen dan guru besar yang bisa mengajar di luar negeri.

Mereka memprotes keras syarat guru besar harus terindeks dalam International SCOPUS. Keharusan ini membuat banyak doktor berupaya menjadi profesor menghadapi kesulitan, hingga upaya meningkatkan jenjang akademisi terganjal.

Melalui ADRI, para dosen tersebut ingin ada terindeks internasional lain yang bisa memperlancar proses menjadi guru besar.

Demikian disampaikan Ketua DPD ADRI Jatim, Meithiana Indrasari, dalam konferensi internasional dan Calls of Paper bertema Acceleration of Scientific Knowledge Development in Era of Asean Economic Community di Auditorium Ki M Saleh, Universitas Dr Soetomo Surabaya, Kamis (10/11/2016).

Sekitar 300 dosen dan ahli dari dalam dan luar negeri terlibat dalam call of paper ini. Di antaranya dari Australia, USA, Korea Selatan, Thailand, China, Malaysia, dan Brunei.

BERITA REKOMENDASI

"Banyak dosen mengajukan proses guru besar tapi nyantol. Persyaratannya sulit, sehingga ADRI support, dengan menyalurkan ke jurnal internasional lain," jelas Meithiana.

Sekretaris Prodi Magister Manajemen Unitomo ini berpendapat, perlu ada jurnal internasional sendiri yang tidak terindeks dalam SCOPUS.

Ia beralasan untuk bisa terindeks dalam SCOPUS cukup sulit. Kondisi ini diperparah dengan rencana impor guru besar. Padahal kualitas dosen di Indonesia cukup mumpuni.

Rektor Unitomo, Bachrul Amiq, menekankan dosen saat ini masih banyak yang melakukan korupsi pengajaran. Sehingga untuk menjadi guru besar, dosen harus mampu menjalankan Tri Dharma perguruan tinggi secara bersamaan: Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian.

"Dosen tidak bisa mementingkan penelitian sehingga meninggalkan pendidikan atau kewajiban mengajar. Istilahnya dosen tidak boleh kurang ajar alias mengurangi jam mengajar," terang Bachrul.

Ia mencontohkan di Unitomo, tatap muka dosen dalam mengajar harus 14 kali untuk satu mata kuliah yang dipegang. Minimal tatap muka 14 kali dalam durasi satu semester.

Jika ada yang kurang, sambung Bachrul, ada tim pengawas yang melibatkan dekan di fakultas serta Wakil Rektor II akan merekomendasikan tak memberikan penghargaan berupa kenaikan gaji serta menahan tunjangannya si dosen.

Ketua ADRI Pusat, Akhmad Fathoni, menjelaskan setiap yang bercita-cita menjadi dosen wajib bercita-cita sebagai profesor atau guru besar.

Doktor yang kesulitan riset untuk mencapai gelar profesor, sebut Akhmad, akan ditanggung kebutuhan biayanya. Sumbernya dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan.

"ADRI mengurusi doktor yang belum menjadi guru besar, belum menjadi profesor. Nasib dosen yang seperti ini yang kami tangani. Termasuk dosen yang kesulitan mendapatkan NIDK dan NIDN. Dengan banyaknya doktor menjadi profesor, impor guru besar tidak perlu," papar Akhmad.

Bersamaan dengan simposium internasional kemarin, Unitomo juga melaksanakan penandatanganan nota kesepahaman dengan 64 PTN dan PTS di Indonesia.

Sumber: Surya
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas