Pengakuan Mantan Napi Bom Bali yang Tinggal di Samarinda Terkait Bom di Halaman Gereja
Pelaku pengeboman di halaman Gereja Oikumene, yakni Juhanda, sebenarnya sedang dalam proses untuk masuk ke dalam koperasi mantan napi pelaku bom
Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM, SAMARINDA – Pelaku pengeboman di halaman Gereja Oikumene, yakni Juhanda, sebenarnya sedang dalam proses untuk masuk ke dalam koperasi mantan napi pelaku bom, yang disebut Koperasi Merah Putih.
Lantas, apa sebenarnya Koperasi Merah Putih 71? Benarkah itu merupakan komunitas kecil bagi para pelaku bom yang sudah berdomisili di Kaltim ?
Senin (14/11/2016), Tribunkaltim.co berkesempatan berbincang langsung dengan Muhammad Yunus, satu dari 8 anggota mantan napi jaringan bom Bali, yang kini sudah insyaf, dan menjalani kehidupan layaknya warga biasa.
“Di Kaltim itu ada 8 orang, tersebar di beberapa daerah. Samarinda 4 orang, Tenggarong ada 1, Balikpapan 2 orang, dan PPU ada 1 orang,” ucapnya.
Ia pun tak menampik bahwa kesemuanya pernah berperan dalam aksi terorisme, yakni jaringan bom Bali I pada 2002 lalu.
“Saya ikut dalam bom aksi terorisme tahun 2002. Kesemuanya adalah mantan jaringan bom Bali I, dan sudah pernah menjalani hukuman. Saya tujuh tahun, dan ada pula yang beberapa tahun,” ucapnya.
Usai menjalani hukuman, kedelapan mantan napi jaringan bom tersebut, kemudian terus dimonitor oleh aparat pemerintah.
Caranya adalah dengan mengumpulkan mereka dalam suatu wadah koperasi, yakni Koperasi Merah Putih 71.
“Biasanya kami kumpul tiap dua bulan sekali. Ini karena sudah ada koperasi Merah Putih 71. Tetapi, karena koperasi harus memenuhi syarat 20 orang, sementara jumlah kami hanya 8 orang, maka ikut bergabung pula beberapa anggota keluarga kami, serta perwakilan dari Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme beserta keluarga mereka. Di koperasi itu, saya bertindak sebagai Ketua dan Pak S Topo sebagai bendahara,” katanya.
Di koperasi tersebut, mantan napi pelaku bom itu dibina dan dilatih untuk bisa menciptakan ekonomi agar tidak kembali lagi ke jalan kelam terdahulu, sebagai anggota organisasi jaringan bom.
“Kami lakukan pembinaan, bekerja sama dengan FKPT. Ada yang bergerak dalam pembinaan bidang perkebunan, LPG, perikanan , dan lainnya. Intinya bagaimana untuk meningkatkan taraf ekonomi,” ujarnya.
Kemudian, untuk permasalahan dana, tiap tahunnya, 8 mantan napi jaringan bom tersebut, juga dikirimkan dana sebesar Rp 80 juta oleh BNPT.
“Tiap orang sebesar Rp 10 juta. Itu untuk lakukan usaha,” katanya.
Selain itu, mantan anggota napi jaringan bom tersebut juga memiliki peran dalam mengidentifikasi apabila adanya jaringan pelaku bom yang masuk ke suatu daerah.