Kapolri: Demokrasi Ibarat Jalan Tol Bagi Paham Radikal dan Terorisme
Kapolri berharap Jawa Timur bisa menjadi contoh dan motor penggerak bagi daerah lain mempertahankan kebhinekaan di Indonesia.
Editor: Y Gustaman
Laporan Wartawan Surya, Rorry Nurwawati
SURYA.CO.ID, SURABAYA - Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Tito Karnavian menghadiri rapat di kantor DPRD Jawa Timur, Surabaya pada Sabtu (19/11/2016).
Ia berharap agar Jatim bisa menjadi contoh dan motor penggerak bagi daerah lain mempertahankan kebhinekaan di Indonesia.
Apalagi, Jatim pernah menjadi provinsi yang sangat penting dalam mempertahakan kemerdekaan utamanya di Kota Pahlawan Surabaya.
Menurut jenderal yang neneknya asal Surabaya ini, demokrasi mengandung nilai-nilai positif seperti keterbukaan, check and balance antara pemerintah dengan pengawas-pengawas lainnya.
Namun, ada juga dampak negatif dalam demokrasi di antaranya kebebasan yang terlalu bebas sehingga menimbulkan kerawanan. Jika dibiarkan dapat menimbulkan primordialisme, kembali pada sentimen kesukuan atau kegamaan.
Paham radikal dan terorisme yang bukan asli Indonesia mudah masuk seperti jalan tol. Maka, perlu mekanisme kontrol melalui aturan-aturan hukum di tingkat nasional maup un provinsi.
"Saya sangat berharap Jatim, masyarakat satu faksi yakni faksi Jatim. Sehingga diharapkan pembuatan peraturan daerahnya lebih mudah, karena komitmen-komitmennya mudah dicapai," terang dia.
Tito berharap Pemprov beserta DPRD Jatim bisa mengontrol berbagai paham yang masuk ke Jatim. Salah satunya membuat peraturan daerah mengenai kebebasan berpendapat.
"Kalau banyak paham yang masuk, ini sangat berbahaya. Bisa menimbulkan terorisme. Saya harap Jatim yang merupakan kota pahlawan bisa jadi kontrol," tegas dia.
Sementara, Gubenur Jatim Soekarwo mengatakan, untuk mengantisipasi konflik sosial, Pemprov Jatim bersama Forpimda, tokoh agama dan tokoh masyarakat melakukan langkah-langkah pencegahan dan penanganan konflik sosial, yakni dengan terjun ke masyarakat melalui tiga pilar plus.
Tiga pilar plus yang dimaksud adalah, di tingkat pedesaan terdiri dari kepala desa, Bintara Pembina Desa (Babinsa), Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibmas), tokoh agama dan tokoh masyarakat. Hal itu dinilai ampuh saat menghadapi masalah.
"Karena penyelesaian ini dilakukan langsung oleh kepala desa, Babinkamtibmas, Babinsa, tokoh agama dan tokoh masyarakat adalah penyelesaian budaya, bukan penyelesaian politik. Kebudayaan atau kultur kita sangat harmoni, bukan konflik," kata Soekarwo.
Sistem tiga pilar plus ini, merupakan formula ampuh dalam menciptakan suasana aman dan nyaman di Jatim.
Pembangunan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tidak akan tercapai secara optimal jika kondisi aman tidak tercipta.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.