Bupati Purwakarta Marah, Nama Perumahan Gunakan Bahasa Asing
Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi marah-marah, sebuah perumahan Desa Cibening dinamakan Bukit Kencana Residence. Padahal perumahan itu berada di lembah.
Editor: Y Gustaman
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Mega Nugraha
TRIBUNJABAR.CO.ID, PURWAKARTA - Bukan main bingungnya Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi mencari alamat acara ibu-ibu PKK di Desa Cibening, Bungursari, Purwakarta, pekan lalu.
Tim protokoler dan sopir pribadi bupati tak menemukan kompleks tersebut. Mereka sempat salah alamat. Otomatis, tim protokoler Pemkab Purwakarta kalang kabut mencari kompleks dimaksud.
Warga sekitar untung ada yang menunjukkan alamat dimaksud dan bupati bisa tiba di lokasi tujuan. Memasuki kompleks, bupati sempat mencak-mencak.
Ia mendengar nama kompleks tersebut terdengar sangat asing, "Bukit Kencana Residence." Kompleks tersebut ternyata berada di dasar lembah yang dikelilingi kebun karet PT Perkebunan Nusantara.
"Ini bukan bukit, yang ada lembah. Mereka para pengembang ini tidak bisa membedakan mana lembah mana bukit," Dedi menggerutu seketika itu.
Kekesalannya memuncak saat nama kompleks tersebut justru tidak menggunakan nama kampung, melainkan menggunakan bahasa asing.
"Nama kampung ini Cibening, Desa Cibening, Kecamatan Bungursari. Bukan Bukit Kencana Residence! Bahasanya asing, tidak Indonesianis dan tidak objektif. Masa lembah disebut bukit," kritik dia.
Lantas, ia menghubungi Kepala Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Atap, Yus Permana. Ia meminta BPMPTSP mengkaji kembali perizinan perumahan supaya menggunakan nama bahasa Indonesia atau Sunda.
"Tolong dikaji agar semua nama kompleks perumahan bisa berbahasa Indonesia atau bahasa lokal. Jika tidak begitu, nama asli lokal bisa hilang. Contohnya Kampung Cibening, diubah jadi Bukit Kencana Residence, bikin pusing orang itu," gerutu Dedi.
Kepala Balai Bahasa Jawa Barat M Abdul Khak belum lama ini mengatakan saat ini kalangan swasta maupun pemerintah belum memaksimalkan penggunaan bahasa Indonesia di ruang publik secara baik.
Padahal pemerintah telah menerbitkan Undang-undang (UU) Nomor 24 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara.
"Undang-undang mengatur soal kewajiban menggunakan bahasa Indonesia di ruang dan fasilitas publik, mulai dari apartemen, papan informasi hingga tempat lainnya. Namun memang, faktanya belum semua bisa melaksanakan itu," ujar Abdul.
Ruang publik saat ini memang dikuasai pelaku usaha dan sebagian pemerintah. Maka dari itu, apa yang dilakukan Pemkab Purwakarta sudah jadi keharusan.
"Itu wajar malah bagus. Pemerintah harus bergerak aktif dalam menjalankan undang-undang, khususnya penggunaan bahasa Indonesia di ruang-ruang publik," katanya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.