Batu Bara Lamteuba Berasal dari Lahar Gunung Api Purba
Gunung api purba berbeda dengan gunung api Seulawah Agam yang dikenal saat ini. Gunung Seulawah Agam sekarang ini merupakan rangkaian dari gunung api
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Serambi Indonesia Yarmen Dinamika
TRIBUNNEWS.COM, BANDA ACEH - Hasil telaahan dan diskusi sejumlah sarjana serta ahli-ahli geologi di Banda Aceh menyimpulkan bahwa lingkungan pengendapan batu bara Lamteuba, Kecamatan Seulimuem, Aceh Besar, berada pada cekungan yang ditimbun lahar gunung api.
"Artinya, yang menimbun hutannya tempo hari sehingga membentuk endapan batu bara adalah lumpur lahar gunung api purba," kata Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Aceh, Ir H Faizal Adriansyah MSi kepada Serambinews.com di Banda Aceh, Kamis (1/12/2016) pagi.
Namun Faizal memastikan gunung api purba berbeda dengan gunung api Seulawah Agam yang dikenal saat ini.
Gunung Seulawah Agam sekarang ini merupakan rangkaian dari gunung api sebelumnya yang bisa berpindah-pindah, tergantung pada rekahan bumi dan dapur magmanya.
Bisa saja dapur magmanya sama dengan gunung api purba.
Bukti bahwa ada gunung pi masa lalu sebelum Seulawah muncul bisa dilihat dari banyaknya bongkahan batuan vulknik/gujung api sepanjang Jalan Medan-Banda Aceh di pinggir jalan maupun di tebing.
"Kalau lontaran letusan Gunung Seulawah tentu saja tidak sampai sejauh itu," kata Faizal.
Ia tambahkan, apabila merujuk dari peta geologi skala 1:250.000, tidak ada indikasi sama sekali keterdapatan batu bara di Lamteuba. Ini karea kemungkinan dulu batu baranya tidak ada yang tersingkap.
Berdasarkan istilah geologi, lanjut Faizal, formasi batuan di kawasan Lamteuba mayoritas adalah batuan gunung api (vulkanik) yang disebut Formasi Batuan Gunung Api Lamteuba (QTvt) yang batu baranya berada dalam lahar (Qvtl) berumur plistosen sampai holosen. Proses pematangan batu baranya juga bisa dipengaruhi oleh panas magma gunung api di bawah bumi.
"Kondisinya juga akan berbeda kalau cekungan pengendapannya justru di rawa. Ditambah lagi adanya deposit belerang di Lamteuba, maka semakin mudah terbakar," kata Faizal.
Oleh karenanya, Faizal mengimbau jangan pernah ada lagi warga di Lamteuba yang membakar lahan untuk membuka kebun, sebab batu baranya akan sangat mungkin ikut terbakar.
Limbah pembakarannya justru menghasilkan gas beracun, yakni karbon monoksida (CO) dan hidrogen sulfida (H2S).
Kedua gas berbahaya ini apabila terhirup oleh manusia dalam jumlah tertentu dapat memicu kanker, pusing, bahkan menyebabkan kematian.
"Bukan saja berbahaya bagi manusia, tapi juga ternak. Maka, sementara jangan gembalakan ternak di kawasan itu, sampai dipastikan tidak ada lagi gas beracun di sana," kata Faizal Adriansyah.
Sebagaimana diberitakan Serambi hari ini, seorang pemuda ditemukan pingsan di Lamteuba diduga karena terhidup gas beracun dari bekas pembakaran batu bara di dalam tanah di bawah kebun seorang warga.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.