Kepala dan Badan Buaya yang Diduga Pemakan Sankuriang Ditanam Terpisah
Dua bagian organ tubuh buaya ditanam pada tempat terpisah, di sepadan bibir sungai yang sama.
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Bangka Pos, Fery Laskari
TRIBUNNEWS.COM, BANGKA - Kepala dan badan 'si hitam' buaya yang diduga memangsa Sankuriang alias Siankuri alias Biel (40), terbelah dua.
Dua bagian organ tubuh buaya sepanjang 4 meter bobot sekitar 350 kg itu, dipotong menggunakan senjata tajam, lalu ditanam pada tempat terpisah di bibir Sungai Lubukbunter Desa Kimak Kecamatan Merawang, Kabupaten Bangka, Rabu (30/11/2016) siang.
Namun tak sedikit warga yang penasaran dengan isi perut buaya hitam tangkapan pawang, Mang Syarif, tiga hari lalu.
Warga menduga, di dalam perut buaya ini, ada organ tubuh manusia, berupa kedua tangan dan pergelangan kaki korban Sangkuriang.
Buaya itu dipotong dua, setelah dinyatakan mati, baru beberapa jam, ditinggal pawang.
Mang Syarif meninggalkan Desa Kimak Merawang, untuk pergi ke kampung halamannya di Desa Bukitlayang Bakam, setelah hampir dua pekan berburu di Sungai Lubukbunter.
Karena itu pula, Mang Syarif balik lagi ke Desa Kimak.
Binatang yang dia tangkap empat hari lalu, dan diletakkan di Lapangan Bola Desa Kimak, dia potong dua, Rabu (30/11/2016) siang.
Kepala dan badan buaya diangkut menggunakan truk, dibawa kembali ke bibir Sungai Lubukbunter Kimak.
Dua bagian organ tubuh buaya ditanam pada tempat terpisah, di sepadan bibir sungai yang sama.
Proses pemotongan buaya, hingga penanaman bangkainya, dilakukan oleh Mang Syarif, dibantu warga Desa Kimak.
"Setelah buaya ini mati, kemudian kepalanya dipotong oleh pawang, Mang Syarif, lalu dikubur di Bibir Sungai Lubuk Bunter Desa Kimak," kata Kepala Desa (Kades) Kimak, Mustofa, Rabu (30/11/2016) siang.
Namun warga penasaran di dalam perut buaya ini, ada organ tubuh manusia, berupa kedua tangan dan pergelangan kaki korban Sangkuriang.
"Jadi penasaran apa isi perut buaya itu. Jangan-jangan ada tangan dan kaki manusia di dalamnya," celetuk sejumlah warga, Rabu (30/11/2016) siang.
Namun rasa penasaran warga, tetap saja tak terjawab. Sebab, Mang Syarif, hanya memotong kepala buaya. Bangkai buaya yang sudah terbelah dua, kemudian ditanam, tepisah. Sedangkan perut buaya, sama sekali tak dibelah oleh sang pawang.
Perintah Tokoh Agama
Kepala Desa (Kades) Kimak, Mustofa menyebutkan alasan pawang tak membelah perut buaya hitam.
"Hanya kepala yang dipotong, dan kemudian dikubur secara terpisah antara kepala dan badan buaya. Ini perintah Tokoh Agama Desa Kimak, H Ilyasak," kata Mustofa.
Karena permintaan tokoh agama pula kata Mustofa, Pawang Mang Syarif, tak mau membela perut atau menunjukan pada masyarakat apa isi perut buaya tangkapannya.
"Karena menurut tokoh agama di sini (Kimak), kalau perut buaya dibelah, dan misalnya ditemukan tangan korban, maka organ tubuh korban itu harus dikuburkan satu liang (satu makam) dengan jasad korban yang sudah lebih dulu dimakamkan, pekan lalu," katanya.
Jika itu terjadi, lanjut Mustofa, prosesnya akan rumit. Makam almarhum Sangkuriang terpaksa dibongkar kembali, hanya demi menyatuhkan organ tubuh (tangan dan pergelangan kaki kanan) korban.
"Oleh karena itu pula, tokoh agama minta agar perut buaya itu tidak perlu dibelah. Dan pihak keluarga sudah diberikan pengertian," kata Mustofa
Sebelumnya Sangkuriang alias Siankuri alias Biel (40), Warga Desa Kimak, tewas diterkam buaya saat sedang menjala ikan dan udang di Sungai Lubuk Bunter Desa Kimak Kecamatan Merawang, Senin malam (14/11) sekitar pukul 19.30 WIB.
Saat kejadian, korban menjala ikan bersama temannya, Jasimin alias Simin (28), warga Kimak.
Tubuh korban terkaman buaya itu ditemukan hampir seminggu kemudian terdampar di semak belukar, tepi kebun milik Halimah alias Bik Ciew, di Bibir Sungai Lubuk Bunter, Desa Kimak, Kecamatan Merawang, Bangka, Minggu (20/11) petang.
Kondisi jasad korban saat ditemukan sudah tak utuh lagi.
Kedua tangannya sudah hilang. Telapak kaki (pergelangan kaki) sebelah kanan tidak ada lagi (putus), dan ada beberapa luka robek di tubuh korban
Pasca serangan buaya yang menewaskan Sangkuriang dilakukan penangkapan buaya yang diduga telah menyerang dan memangsa nelayan tersebut dengan melibatkan pawang buaya dari Sungai Layang Mang Syarif.
Upaya penangkapan dengan cara dipancing membuahkan hasil tangkapan satu ekor buaya dengan panjang empat meter dan berat hampir setengah ton.
Pancing mang Sarif sebelumnya disebut-sebut dimakan buaya kedua yang dijuluki si kuning namun sayangnya hingga berita ini diturunkan buaya tersebut belum juga tertangkap.
Sungai Lubuk Bunter sendiri merupakan bagian dari sungai Jada Bahrin dan sungai Baturusa selama ini memang dikenal sebagai habitat buaya muara berukuran besar.
Selain buaya, di sungai-sungai tersebut banyak terdapat udang satang berukuran besar dan beraneka ragam ikan.
Warga setempat selama ini tidak merasa aneh lagi jika bertemu dengan buaya yang hidup di sungai tersebut.
Apalagi selama ini jarang terdengar warga setempat mendapat serangan buaya hingga tewasnya Sangkuriang disambar buaya saat sednag mencari udang di sungai tersebut.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.