394 Santri Ajarkan Kitab Kuning Kepada Pelajar Sekolah Formal di Purwakarta
Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Purwakarta meluluskan 394 orang yang mengikuti seleksi pengajar kitab kuning.
Editor: Y Gustaman
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Mega Nugraha
PURWAKARTA, TRIBUNJABAR.CO.ID - Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Purwakarta meluluskan 394 orang yang mengikuti seleksi pengajar kitab kuning.
Kitab kuning yang akrab menjadi pegangan dan bahan ajar di pesantren-pesantren tradisional klasik, kini mulai diajarkan di sekolah formal di Kabupaten Purwakarta.
Lukman (40), lulusan sebuah pesantren di Kecamatan Plered, Purwakarta, mengatakan pengajaran kitab-kitab kuningan di sekolah formal merupakan terobosan baru.
"Selama ini kitab kuning diajarkan di pesantren atau di sekolah-sekolah agama tradisional di kampung-kampung," ujar Lukman kepada Tribun Jabar di Purwakarta, Selasa (13/12/2016).
Lukman adalah pengajar yang lolos seleksi dan mendapat tugas mengajarkan kitab kuning untuk pelajar kelas 4, 5 dan 6 sekolah dasar dan pelajar sekolah menengah pertama.
Bukan perkara mudah mempelajari kitab kuning karena beraksara Arab tanpa tanda baca. Meski begitu, kitab kuning berisi tentang fikih, tafsir, tasawuf dan lainnya soal ajaran agama.
"Pengajaran kitab kuning terbilang baru bagi pelajar di sekolah formal, maka mekanisme pengajarannya menggunakan sistem sorogan. Nanti guru membaca dan menjelaskan," kata pria yang mempelajari kitab kuning selama lima tahun itu.
Selama menimba ilmu pesantren sedikitnya Lukman mempelajari 15 kitab kuning. Tapi bukan kendala untuk pelajar tingkat sekolah dasar dan menengah pertama untuk mempelajarinya.
Para pelajar formal bisa mempelajari kitab kuning Safinah Najah yang berisi tentang fikih, yakni ilmu tentang hukum Islam, di antaranya membahas salat, zakat, puasa hingga ibadah haji.
Sementara kitab kuning Talim Mutaallim mengulas bimbingan bagi pelajar selama menuntut ilmu agar manfaat dan bagaimana berbuat terhadap guru.
"Dua kitab kuning itu saya rasa penting dipelajari, sehingga mereka bisa mengerti hakikat dari belajar," Lukman menambahkan.
Hal senada disampaikan Dede (45), lulusan sebuah pesantren di Kecamatan Wanayasa. Memang, butuh waktu lama memberikan pengajaran kitab kuning kepada pelajar sekolah formal.
"Saya rasa untuk awal-awal akan terasa sulit karena bagaimana pun ini kebijakan baru. Tapi saya yakin nanti akan beradaptasi, apalagi nanti pendekatannya dengan bahasa Sunda," ujar Dede.
Kendati cukup sulit Dede menjelaskan banyak manfaat dari dapat diambil siapa pun yang mempelajari kitab kuning, misalnya mengetahui hakikat manusia dan Tuhannya.
"Dalam agama Islam itu setidaknya ada beberapa hal yang perlu dipelajari, yakni tauhid, fikih dan tasawuf serta akhlak. Mempelajari kitab kuning itu ya mempelajari semuanya, sehingga santri atau pelajar bisa memahami agama lebih baik," ujar Dede.
Pada kesempatan itu ratusan pengajar menerima pembelakan dari Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi yang berharap dapat membangun mental dan spiritual sebagai bekal mereka.
"Generasi sekarang ini dalam mempelajari agama hanya setengah-setengah. Kadang membaca satu ayat ke sananya jadi malah jadi hakim atas keyakinan orang," ujar Dedi.