Kasus Pengeroyokan Siswa Muhi, Muhammadiyah: Ini Murni Kriminal
Kasus pengeroyokan terhadap pelajar SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta di Selopamioro, Bantul, merenggut satu korban Jiwa.
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, YOGYAKARTA - Kasus pengeroyokan terhadap pelajar SMA Muhammadiyah 1 (Muhi) Yogyakarta di Selopamioro, Bantul, pada Senin (12/12) merenggut satu korban Jiwa.
Muhammadiyah menilai, tindakan tersebut bukan kenakalan remaja melainkan sudah sebuah tindakan kriminal.
Ketua Majelis Pendidikan Dasar Menengah (Dikdasmen) PW Muhammadiyah Arif Budi Raharjo mengatakan, kejadian yang terjadi kepada siswa Muhi merupakan tindakan kriminal, bukan kenakalan remaja. Walau secara psikologisnya, pelaku masih dalam masa remaja, tapi yang dilakukan pelaku sudah masuk ranah kriminal.
"Masyarakat harus terbuka, bahwa ini harus dilihat sebagai tindakan kriminal, bukan kenakalan remaja. Karena ini bisa terjadi di sekolah manapun," ujar Arif pada Rabu (14/12).
Baginya, ini merupakan kejadian luar biasa karena kriminalitasnya masuk dalam ranah pendidikan.
Arif menuturkan, Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) DIY telah melakukan audiensi dengan Kapolda DIY untuk tindak lanjut di proses hukum.
Ketua PWM DIY Gita Danu Pranata berharap kepada kepolisian untuk segera melakukan proses hukum, pasalnya pelaku penyerangan adalah pelaku kriminal. Penegakan hukum diperlukan agar menimbulkan efek jera dan menghentikan kejadian serupa.
"Kami merekomendasikan pelaku untuk diproses hukum dan ditahan, jangan tidak diproses karena kalau tidak akan menilbukan kesan seolah-olah tidak ada tindakan dari penegak hukum," ungkapnya.
Selain itu, pihak keamanan diharap mengondisikan kejadian ini agar rasa aman tetap tercipta. Dikarenakan, usai kejadian ini muncul kekhawatiran dari orang tua para siswa ketika anaknya pergi bersekolah.
Wakil Ketua PWM DIY Bidang Pendidikan Tasman Hamami mengaku kecewa dengan kejadian tersebut. Ia menilai, hal tersebut terjadi kepada siswa Muhi yang dalam keadaan tidak melakukan kegiatan yang agresif tapi malah mendapat serangan.
"Kalau melihat modusnya, ini jelas sengaja. Menyiapkan senjata tajam dan tanpa bicara langsung melakukan penyerangan, jelas ini kriminal," kata Tasman.
Ia menegaskan untuk dilakukan penegakan hukum sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Ia berharap ini merupakan kasus terakhir dan tidak terjadi lagi kepada siapapun diluar sana. Selain itu, ia juga menegaskan bahwa Muhammadiyah mengimbau untuk tidak melakukan aksi balas dendam.
"Jangan sampai ada balas dendam, karena itu tidak sesuai dengan nilai-nilai pendidikan yang utama yakni nilai kemanusiaan," ujarnya.
Sementara itu Wakil Kesiswaan SMA Muhi Yogyakarta Darmansyah berharap kepolisian segera melakukan tindakan dengan melanjutkan pada proses hukum. Ia menolak jika kasus ini diselesaikan melalui perdamaian.
"Jangan karena pelakunya dibawah umum lalu hanya diselesaikan melalui mediasi atau perdamaian," tegasnya.
Ia menyebut, selama ini kasus klitih yang menimpa siswa Muhi selalu diselesaikan secara perdamaian dengan mempertemukan orang tua kedua pihak. Ia juga menilai selama ini penegakan hukum lemah, sehingga kejadian klitih bisa terulang.
Kasus ini bermula dari kejadian di Imogiri, Bantul, pada 12 Desember 2016. Rombongan korban pulang berwisata dari Gunungkidul menuju Bantul, sedangkan rombongan penyerang dari arah sebaliknya.
Saat berpapasan, kedua rombongan sama-sama membunyikan knalpot motor dengan keras. Rombongan penyerang berbalik arah dan mengejar rombongan korban sambil mengayunkan senjata tajam dan melempari rombongan korban dengan batu.
Rombongan korban memacu sepeda motor mereka karena takut. Ada yang jatuh dan ada yang berhasil kabur tapi terluka akibat sabetan senjata tajam. (gil)