Albar Hasan Tanjung Divonis 3 Tahun Penjara
Majelis hakim juga menghukum mantan Kepala Dinas Perhubungan Lampung untuk membayar denda Rp 50 juta subsider 3 bulan kurungan
Penulis: Wakos Reza Gautama
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribun Lampung Wakos Gautama
TRIBUNNEWS.COM, LAMPUNG - Majelis hakim menyatakan mantan Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Lampung Albar Hasan Tanjung bersalah dalam perkara korupsi proyek land clearing Bandara Radin Inten II.
Majelis hakim menghukum Albar dengan pidana penjara selama tiga tahun.
Selain dihukum pidana penjara, majelis hakim juga menghukum Albar untuk membayar denda sebesar Rp 50 juta.
“Apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan hukuman kurungan selama tiga bulan,” ujar hakim ketua Virzha Andriansyah di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Senin (9/1/2017).
Di dalam putusannya majelis hakim tidak menghukum Albar dengan pidana membayar uang pengganti.
Ini dikarenakan, majelis hakim menganggap Albar tidak menikmati uang kerugian negara sebesar Rp 4,5 miliar.
Menurut majelis hakim, yang menikmati uang kerugian negara tersebut adalah terdakwa lainnya Budi Rahmadi.
Putusan ini lebih rendah dari tuntutan penuntut umum yakni pidana penjara selama tujuh tahun.
Korupsi land clearing terjadi pada Agustus 2014 sampai Desember 2014.
Dinas Perhubungan memiliki paket pekerjaan konstruksi land clearing bandara Radin Inten II dengan nilai pagu sebesar Rp 8,7 miliar.
Pada proses lelang, dimenangkan PT Daksina Persada dengan kuasa direktur Budi.
Namun proses lelang itu dianggap tidak sah karena Budi bukan karyawan tetap perusahaan sebagaimana diatur Perpres Nomor 70 tahun 2012.
Namun karena Albar telah menitipkan pesan ke panitia pengadaan untuk memenangkan PT Daksina Persada maka panitia memenangkan PT Daksina.
Setelah itu, Albar selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) menandatangani kontrak dengan Budi.
Dalam prosesnya, Albar membayarkan uang tanpa melakukan pengujian kualitas dan besaran volume yang terpasang pada proyek land clearing.
Pada saat pemeriksaan progres fisik, disebutkan telah selesai 100 persen.
Faktanya pekerjaan baru mencapai bobot 92 persen.
Untuk mengejar batas akhir pencairan, Budi bersama Albar membuat laporan akhir pekerjaan seakan-akan pekerjaan land clearing dan pematangan lahan sisi udara baru telah selesai 100 persen.
Jaksa menyatakan pengerjaan proyek ini tidak sesuai dengan spek yang telah disepakati yakni kekurangan volume timbunan hasil perhitungan dimensi dan kekurangan volume timbunan hasil pemeriksaan kualitas/kepadatan.
Rangkaian perbuatan itu, menurut Sidrotul telah merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp 4,5 miliar.