Alissa Wahid: Mayoritas Anak Muda Menolak Ekstremisme Agama
"Mayoritas penduduk Indonesia adalah Muslim, namun masih dapat mempertahankan perdamaian dan keberagaman," ujar Alissa Wahid.
Editor: Y Gustaman
![Alissa Wahid: Mayoritas Anak Muda Menolak Ekstremisme Agama](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/alissa-wahid_20170116_152634.jpg)
Laporan Wartawan Surya, Sulvi Sofiana
SURYA.CO.ID, SURABAYA - Toleransi antarumat beragama di Indonesia selama ini menjadi percontohan bagi banyak negara di dunia, namun isu intoleran dan radikalisme justru menguat di media sosial.
Alissa Wahid, Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian Indonesia, mengatakan intoleransi di Indonesia menjadi sorotan dunia karena berpengaruh pada perdamaian global.
Sama halnya dengan sikap intoleran sejumlah mayoritas agama di negara lain.
“Indonesia masih diperlukan menjadi model keberagaman bagi dunia yang saat ini sedang dilanda Islamofobia," ujar Alissa dalam seminar "Surabaya Outlook 2017: Menolak Intoleransi, Melawan Radikalisme" dan Sosialisasi Hasil Riset Jaringan GUSDURian di Aula Prof Soetandyo Gedung C Fisip Kampus B Universitas Airlangga, Senin (16/1/2016).
"Kami harus dapat menunjukkan walaupun mayoritas penduduk Indonesia adaIah muslim, namun masih dapat mempertahankan perdamaian dan keberagaman," ia menambahkan.
Pada September sampai November 2016, International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) bekerjasama dengan Jaringan GUSDURian Indonesia melakukan dua kegiatan.
Pertama, merekam persepsi anak muda terhadap radikalisasi agama dan ekstrimisme dengan kekerasan melalui survei.
Kedua, mengetahui narasi besar ekstrimisme, memahami pesan-pesan kunci ekstrimisme, dan mengetahui pola penyebaran pesan ekstimisme melalui pemetaan internet dan media sosial.
Survei dilakukan dengan wawancara atau tatap muka langsung dengan 1.200 responden terpilih di 6 kota besar Indonesia. Responden berumur 15-30 tahun dengan perbandingan jenis kelamin berimbang.
Hasil survei menjelaskan mayoritas generasi muda (88,2 persen) sangat tidak setuju dengan kelompok agama yang menggunakan kekerasan, sementara generasi muda yang setuju dengan kelompok agama yang menggunakan kekerasan hanya sebesar 3,8 persen, sisanya 8 persen tidak tahu dan tidak jawab.
Meski ada kecenderungan penurunan toleransi di kalangan anak muda, tetapi mayoritas anak muda tidak menyukai tindakan radikal dan ekstrim berbasis agama.
"Di sisi yang lain, nilai-nilai kebhinnekaan masih menjadi faktor utama yang membuat anak muda bangga akan Indonesia dan pemersatu generasi muda,” lanjut dia.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.