Kapolda Jabar Irjen Pol Anton Charliyan tak Gentar Meski Habib Rizieq Memintanya Mundur
Kapolda Jawa Barat Irjen Pol Anton Charliyan tak gentar dengan desakan ribuan massa Front Pembela Islam (FPI) yang memintanya mundur.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kapolda Jawa Barat Irjen Pol Anton Charliyan tak gentar dengan desakan ribuan massa Front Pembela Islam (FPI) yang memintanya mundur.
Anton mengaku apa yang dilakukan sejauh ini telah sesuai dengan prosedur.
"Demi bangsa dan negara jangankan pangkat dan jabatan, nyawa saya juga diserahkan. Asal demi bangsa dan negara bukan kepentingan kelompok. Istilahnya anjing menggonggong kafilah berlalu, sepanjang benar, saya akan maju," kata Anton usai mengunjungi kediaman tokoh Jawa Barat Solihin GP di Jalan Cisitu, Kecamatan Coblong, Kota Bandung, Selasa (17/1/2017).
Mantan Kadiv Humas Mabes Polri ini pun mengaku tidak masalah jika dicopot dari jabatannya. Ia merasa jabatan sebatas amanah belaka.
"Saya bukan penakut, jabatan hanya amanah sementara, saya ke sini bukan untuk jabatan, saya ingin masyarakat aman. Tapi seandainya saya salah silakan, saya enggak perlu dicopot, saya akan mengundurkan diri kalau memang terbukti salah. Saya konsekuen," ujar Anton.
Sekitar seribu orang dari FPI berunjuk rasa di Mabes Polri, Senin (16/1/2017). Mereka menuntut Mabes Polri mencopot Kapolda Jawa Barat dari jabatannya.
Dalam orasinya, pimpinan FPI menilai Anton telah membiarkan bentrokan antara FPI dengan ormas Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI) Bandung.
Bentrokan terjadi usai Habib Rizieq Shihab menjalani pemeriksaan dengan tuduhan melecahkan Pancasila.
Setelah bentrokan tersebut, aksi kekerasan berlanjut dengan perusakan dan pembakaran kantor GMBI di Bogor, Jawa Barat, Jumat (13/1/2017) dini hari.
Sejumlah orang yang diduga melakukan perusakan dan pembakaran pun ditangkap.
"Kenapa minta dicopot? Karena takut sama saya. Saya enggak masalah (dicopot), malahan kalau ada yang pingin, kalau saudara Habib Rizieq mau jadi Kapolda saya berikan sekarang juga, tapi harus Lemhanas dulu, siapa tahu kan dia kepingin jadi Kapolda. Yang menilai saya pimpinan, bukan tekanan massa," urainya.
Baca: Habib Rizieq Desak Kapolri Copot Tiga Kapolda, Jabar, Metro Jaya dan Kalimantan Barat
Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Pol Yusri Yunus membantah adanya instruksi Kapolda Jabar, Irjen Anton Charliyan, terhadap GMBI untuk datang ke Polda Jabar.
Ia mengatakan, kehadiran GMBI ke Polda Jabar pada waktu itu untuk menyampaikan pendapat sesuai surat pemberitahuan yang telah diajukan beberapa hari sebelumnya.
"Mereka mengajukan surat pemberitahuan menyampaikan pendapat di muka umum selama dua hari, yaitu Rabu 11 Januari 2017 dan Kamis 12 Januari 2017," kata Yusri.
Pernyataan Yusri itu sekaligus membantah adanya berita di media sosial dan media situs online yang menyebutkan jika Kapolda Jabar sebagai dalang aksi kericuhan antara dua kelompok massa yang hadir di Polda Jabar pada Kamis (12/1/2017).
"Aksi mereka ke Polda Jabar selama dua hari itu untuk menuntut Polda Jabar memproses secepat mungkin apa yang pernah dilaporkan sebelumnya. Rizieq dilaporkan telah memelesetkan sampurasun menjadi campur racun," kata Yusri.
Yusri mengatakan, kelompok massa yang menuntut Polda Jabar menuntaskan kasus plesetan sampurasun itu tak hanya dari GMBI saja.
Menurutnya, kelompok dan komunitas masyarakat Sunda lainnya juga hadir dalam aksi unjuk rasa tersebut.
"Justru kehadiran massa (FPI) yang datang ke Polda Jabar itu tidak ada surat pemberitahuan (keramaian). Padahal mereka itu hanya mengantar," kata Yusri.
Sebelumnya, Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri Brigadir Jenderal Rikwanto menegaskan, Kapolda Jabar tidak menyalahi aturan.
Polisi bisa saja menjadi pembina atau pengurus anggota ormas, dengan syarat mendapat izin pimpinan.
"Ya (tidak menyalahi)," kata Rikwanto.
Menurutnya, aturan itu tertulis dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Sementara, dalam Pasal 16 huruf d dijelaskan adanya larangan polisi untuk tidak ikut serta dalam organisasi masyarakat, kecuali ada persetujuan dari atasannya.
"Setiap anggota Polri dilarang menjadi pengurus dan atau anggota lembaga swadaya masyarakat dan organisasi kemasyarakatan, tanpa persetujuan dari pimpinan Polri," demikian bunyi pasal tersebut. (tribunjabar/kps/coz)