Enam Jam Lamanya Bocah 3,5 Tahun Tunggui Jenazah Ibunya yang Tertimpa Longsor
Ketut Aris bocah 3,5 tahun yang menyaksikan kematian ibunya dan menunggui selama enam jam di dalam kamar tidur.
Penulis: I Made Ardhiangga
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, BANGLI - Bencana longsor di Kecamatan Kintamani Bangli Bali cukup menyayat hati. 13 orang menjadi korban peristiwa bencana alam pada Jumat (10/2/2017) dua hari lalu itu.
Kisah tragis yang membuat pilu ialah kisah Ketut Aris bocah 3,5 tahun yang menyaksikan kematian ibunya dan menunggui selama enam jam di dalam kamar tidur.
Informasi yang dihimpun Tribun Bali (Tribunnews.com Network), Ketut Aris tidur bersama ibunya Kadek Rini (30) dan kakaknya Natalia (9) serta kakek dan neneknya dalam satu kamar.
Saat itu, sang ayah I Gede Kembar Saputra sedang menunggu bapaknya yang sedang sakit parah di RS Bali Med Denpasar.
Gede meninggalkan istri, dua anaknya dan mertuanya di rumah daerah Desa Awan Kintamani Bangli.
Kejadian nahas itu terjadi sekitar pukul 01.00 Wita dini hari. Saat itu, hujan deras turun terus menerus selama tiga hari terakhir sebelum terjadi bencana longsor atau senderan jebol itu.
Kondisi langit di Desa Awan serupa di Desa Songan dan Sukawana yang langitnya dipenuhi gelegar petir. Kemudian pada Jumat dini hari sekitar pukul 01.00 Wita juga terjadi gempa dan senderan di dekat rumah Gede Kembar jebol dan menimpa rumahnya.
Longsoran itu jatuh tepat ke kamar yang ditempati satu keluarga itu.
Perbekel Desa Awan, Sang Nyoman Putra Irawan menjelaskan, warganya yang menjadi korban ini tidur berlima dalam satu kamar.
Kejadian itu sempat membuat beberapa warga keluar karena seperti terkena gempa. Hanya saja, tidak kelihatan bahwa ada rumah yang terkena longsor akibat senderan jebol itu.
"Jadi sekitar pagi pukul 06.30 Wita warga mulai keluar. Tapi masih belum tahu ada rumah yang tertimpa. Baru pukul 07.00 Wita pamannya dari korban keluar rumah dan ke rumah korban, dan kaget kalau melihat ada bencana itu. Anak terakhirnya Ketut Aris masih hidup. Ibu, kakak Ketut dan mertua (Gede Kembar) meninggal dunia," ucapnya, Minggu (12/2/2017).
"Jadi sekitar enam jam anaknya laki-laki itu nungguin jenazah ibunya. Ia (Ketut Aris) duduk di kaki ibunya. Dan datang pamannya baru memanggil 'Uwak.. Uwak..' (paman.. paman)," imbuhnya.
Ia mengaku, saat kejadian suami korban tidak tinggal di rumah. Suami korban sedang menjaga ayahnya di rumah sakit.
Karena itu, korban mengajak bapak dan ibu kandungnya (mertua dari Gede Kembar) untuk menemani di rumah. Mereka tidur dalam satu kamar.
"Jadi memang hujan sudah tiga harian tidak berhenti-berhenti. Sedikit reda hujan lagi. Begitu terus. Usai meninggal, kami menitipkan jenazah korban pada pukul 12 malam di hari yang sama usai kejadian. Dan cuaca pun ekstrem, petir menggelegar tiada henti," jelasnya.
Nyoman Putra menjelaskan, rencananya jenazah korban akan dikremasi tanggal 28 Februari mendatang.
Ia mengatakan kondisi alam memang cukup mengkawatirkan. Bahaya longsor sering terjadi di daerahnya. Namun baru kali ini memakan korban.
"Kalau longsor memang sering. Tapi yang parah ialah ada jembatan putus dan banjir. Dan semoga tidak ada lagi kejadian seperti ini lagi," harapnya.
Sementara itu, Anggota DPR RI Nyoman Dhamantra tidak berkata banyak. Ia mengaku cerita dan derita warga menyayat hati.
"Cukup pilu dan tragis kejadian di Desa Awan ini," ungkapnya.
Ia sebelumnya juga menyatakan bahwa Kintamani merupakan daerah rawan longsor perlu mendapat anggaran cadangan dan identifikasi daerah rawan longsor. Sehingga antisipasi bencana bisa digalakkan.
Kemudian membuat sebuah asuransi untuk warga dan wisatawan asing atau domestik supaya tidak gagap apabila terjadi bencana. (ang)