Kisah Rumedi Adu Cepat dengan Longsor Demi Selamatkan Warga di Hilir Sungai Wuni
Rumedi berlari cepat dari hulu memberitahu warga di hilir sungai Wuni untuk segera keluar rumah dan mencari tempat aman karena longsor datang.
Editor: Y Gustaman
![Kisah Rumedi Adu Cepat dengan Longsor Demi Selamatkan Warga di Hilir Sungai Wuni](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/rumedi_20170220_184208.jpg)
Laporan Wartawan Tribun Jateng, Khoirul Muzakki
TRIBUNJATENG.COM, PURBALINGGA - Rumedi tersentak mendengar gemuruh keras dari atas bukit Ratamacan menuju rumah warga Dukuh Bandingan, Desa Sirau, Purbalingga.
Pada Minggu (19/2/2017) sore itu Rumedi sedang berada di dekat pusat longsor. Suara itu didengarnya tak lama Ia menyalakan api unggun untuk menghangatkan badan di gubug kebunnya usai menderes nira.
Hujan besar selama dua jam di wilayah itu mulai mereda ketika bencana longsor terjadi.
Dari kebunnya Rumedi menyaksikan langsung tanah milik Perhutani di puncak terus bergerak, ratusan pohon pinus satu persatu bertumbangan. Material longsor meluncur begitu cepat mengikuti aliran sungai Wuni.
"Kebun saya ikut hancur tergerus longsor. Saya yang penting selamat," cerita Rumedi kepada Tribun Jateng pada Senin (20/2/2017).
![Longsor Sungai Wuni](http://cdn2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/longsor-sungai-wuni_20170220_184241.jpg)
Melihat luasnya area longsoran Rumedi berpikir nasib ratusan jiwa yang menghuni pemukiman Dukuh Karangwuni di hilir sungai Wuni. Ia meyakini warga belum mengetahui bencana di hulu.
Sementara longsor terus bergerak mengikuti aliran air, mengarah ke pemukiman warga yang berjarak sekitar lima kilometer dari mahkota longsor.
Rumedi bisa saja menghindari longsor dan berlari menuju desa sebelah. Tapi ia memilih berpacu dengan maut, lari begitu kencang melalui sisi aliran sungai Wuni menuju pemukiman warga di Dukuh Karangwuni.
Ia harus lebih cepat sampai ke pemukiman untuk memberitahu warga agar mereka segera menyelamatkan diri dan keluar dari rumahnya.
Tanah yang ia pijak bergetar. Suara gemuruh terus mengejar. Rumedi sudah terbayang mati. Untung saja, luncuran material longsor tersendat-sendat.
Setelah 20 menit berlari dari puncak ke hilir, Rumedi akhirnya berhasil lebih dulu sampai ke pemukiman, sekitar pukul 17.30 WIB.
"Ada empat bocah yang malah menonton air sungai yang keruh dan banjir. Saya teriaki supaya mereka lari karena bencana akan datang," kenang Rumedi.
Rumedi segera memberitahu warga di sisi aliran sungai agar cepat-cepat menyelamatkan diri. Ia meyakinkan, bencana akan segera datang karena material longsor terus meluncur turun.
Warga tak berpikir panjang. Mereka berlarian keluar rumah dan menjauh dari aliran sungai. Suara gemuruh semakin terdengar mendekat.
Seperempat jam kemudian, sekitar pukul 17.45 WIB, material longsor bercampur bangkai pohon meluluhlantakkan dua rumah yang telah ditinggalkan penghuninya.
"Alhamdulillah tidak ada korban jiwa. Kalau mereka terlambat tahu, mungkin ada yang menjadi korban. Karena waktu magrib adalah saat keluarga berkumpul di rumah," ucap dia.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.