Teror Bom Panci di Bandung Condong ke Ekstrimisme, Bukan Radikalisme. Ini Bedanya
Pelaku teror bisa saja muncul karena merasa tidak puas, kecewa, serta putus asa dengan berbagai persoalan.
Editor: Sugiyarto
![Teror Bom Panci di Bandung Condong ke Ekstrimisme, Bukan Radikalisme. Ini Bedanya](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/penangkapan-terduga-teroris-di-bandung_20170227_164040.jpg)
TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Pengamat terorisme dari Institute For Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, menilai peristiwa bom panci di Bandung bukan bentuk radikalisme. Dia menilai, teror itu lebih condong pada ekstrimisme.
Menurut Fahmi, aksi-aksi radikalisme lebih menjurus pada anarkisme massa, vandalisme, dan kerusuhan. Sedangkan ekstrimisme, teror dipergunakan sebagai media penyampai pesan secara efektif.
"Nah berkaca dari Bom Panci Bandung sebenarnya bentuk Ekstrimisme, mereka menyampaikan pesan untuk supaya aparat membebaskan teman-temamnya," ungkap Fahmi di sela sidang Doktoral Menpan RB Asman Abnur, di Universitas Airlangga Surabaya, Senin (24/2/2017).
Pelaku teror bisa saja muncul karena merasa tidak puas, kecewa, serta putus asa dengan berbagai persoalan. Menurut Fahmi, deradikalisasi yang diprogramkan pemerintah belum berjalan maksimal.
"Pemerintah mungkin perlu memikirkan cara yang efektif untuk menggunakan alternatif lain. Misalkan saja melibatkan ormas, tidak melalui agama bisa digunakan saluran komunikasi, sehingga harapan mereka bisa terkelola dengan baik," urainya.
Menurutnya, selama ini langkah pemerintah melibatkan Ormas belum terlihat nyata, padahal perlu pengontrolan sehingga pengelolaannya bisa diawasi.
Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian, mengungkapkan pelaku bom Bandung merupakan mantan napi teroris yang ditangkap 2011 lalu. Pelaku, lanjut Kapolri, masuk dalam peta jaringan teroris yang pernah ditangkap.
"Ini perlunya deradikalisasi, karena setelah di dalam dilakukan rehabilitasi. Setelah keluar juga harus diamati dan didampingi, agar tidak kembali pada jaringannya,"pungkasnya.
Menurut Tito, pelaku sudah dipantau pernah mengikuti pelatihan di Aceh, mereka juga anggota Jamaah Ansharu Daulah (JAD) Bandung yang berafiliasi Rahman Abdurahman.