Terjangan Longsor Menelan Warga Dusun Tangkil Menimbulkan Gemuruh
Apa yang selama ini ditakutkan warga Dusun Tangkil, Desa Banaran, Kecamatan Pulung, Ponorogo, Jawa Timur, menjadi kenyataan.
Editor: Y Gustaman
Laporan Wartawan Surya, Rahadian Bagus
TRIBUNNEWS.COM, PONOROGO - Apa yang selama ini ditakutkan warga Dusun Tangkil, Desa Banaran, Kecamatan Pulung, Ponorogo, Jawa Timur, menjadi kenyataan.
Tebing setinggi sekira 200 meter di sisi selatan pemukiman menimpa 21 rumah warga pada Sabtu (1/4/2017) pukul 08.00 WIB. Malamnya hujan deras mengguyur dusun tersebut.
Di pagi yang hening itu terdengar keras jeritan sejumlah warga yang ketakutan mendengar suara gemuruh yang ditimbulkan dari material longsor menerjang pemukiman.
"Suaranya sangat keras, suara pesawat," kenang Marmi (50), warga Dukuh Tangkil, Desa Banaran, Kecamatan Pulung, Ponorogo, saat ditemui di lokasi oleh Surya.
Marmi yang saat itu sedang memasak di dapur langsung berlari sambil berteriak mengajak cucu dan suaminya agar segera meninggalkan rumah.
"Api kayu bakar belum sempat saya matikan," ia menambahkan.
Begitu keluar rumah, ia melihat sejumlah tetangganya ikut berlari ketakutan. Dari jauh ia menyaksikan material longsor menimbun sejumlah rumah warga.
Rumah Marmi yang berada sekitar 100 meter dari lokasi tidak terkena longsoran lantaran berada di lokasi lebih tinggi.
Pairah (56) menguatkan kesaksian Marmi. Ketika longsor menerjang Pairah sedang mencari sayuran sekitar 100 meter dari lokasi longsor.
"Suaranya sangat keras. Dua kaki saya gemetar, tidak bisa berlari," kata Pairah.
Meski tak jauh dari lokasi, Pairah tidak menyaksikan detik-detik tebing menimbun sejumlah warga dan rumahnya. Pandangannya terhalang sejumlah pohon dan rumah.
Di antara warga dusun Sumanto (38) sedang berduka karena kehilangan kakaknya, Tolu (56) dan istrinya Sotun (55).
Saat longsor Sumanto tak ada di tempat dan sedang berbelanja di Pasar Pulung. Ia segera kembali ke dusunnya setelah menerima telepon penting dari kerabatnya.
"Saya dapat telepon, katanya kakak saya tertimbun longsor di kebun," aku Sumanto.
Setibanya di lokasi ia melihat kebun jahe tempat kakaknya berkebun sudah tidak tampak, yang tersisas hanya timbunan tanah longsor.
Sehari sebelum kejadian, kakaknya sempat berujar akan memanen jahe sebelum longsor. Padahal jahe yang akan dipanen kakaknya belum masuk masa panen.
Petugas BPBD Ponorogo sebelumnya sudah mengimbau warga agar tidak beraktivitas di sekitar tebing karena masuk zona berbahaya. Warga tak mengacuhkan imbauan tersebut.
Kesedihan juga menyelimuti, Wiyoto (35). Petani yang tinggal di Dukuh Krajan ini kehilangan istrinya, Pita (30), dan anaknya, Alda (6).
Ditemui di rumah kepala Desa Banaran yang difungsikan sebagai posko pengungsian, Wiyoto begitu sangat terpukul. Ia hanya tiduran di lantai sambil menutupi matanya.
"Anak dan istrinya hilang tertimbun longsoran," kata Patmi (56), ibu kandung Wiyoto.
Tetangga Patmi menuturkan saat kejadian cucunya tersebut sedang bermain di rumah dan menantunya sedang mencuci baju. Sementara Wiyoto mencari rumput di hutan.