Pasien Protes Penggunaan Obat Penyakit Jantung yang Mengandung Lemak Babi
Direktur RSUD Aceh Tamiang, Ibnu Azis menyatakan di Arab Saudi obat ini sudah mendapat fatwa untuk boleh digunakan kepada pasien beragama Islam
Editor: Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, ACEH - Direktur LSM Gajah Puteh, Sayed Zahirsyah Al-Mahdaly, mengaku menerima laporan keluarga pasien yang memprotes penggunaan obat Levanox 6000 yang mengandung lemak babi oleh pihak RSUD Aceh Tamiang.
Keluarga pasien menyesalkan pihak RS menyuntikkan obat tersebut ke tubuh pasien sakit jantung ini, tanpa ada pemberitahuan sebelumnya atau meminta persetujuan dari pasien.
“Pasien baru mendapat pemberitahuan empat hari kemudian, sehingga ia merasa sangat keberatan,” kata Sayed, Senin (10/4).
Menurutnya, bagi seorang muslim, penggunaan sesuatu yang mengandung unsur babi, haram hukumnya.
“Kalaupun tidak ada pilihan obat lain, harusnya diberitahukan lebih dulu kepada pasien, sebelum obat tersebut digunakan,” ujarnya.
Sayed juga mempertanyakan, legalitas peredaran obat mengandung lemak babi itu di daerah yang memberlakukan syariat Islam ini.
Kalaupun dibenarkan untuk diberikan kepada pasien atas pertimbangan kondisi darurat, seharusnya pihak rumah sakit memberi pilihan kepada pasien, mau menggunakan obat itu atau tidak.
“Karena Ini berkaitan dengan akidah seseorang. Kami berharap MPU Aceh segera mengeluarkan fatwa terkait penggunaan obat mengandung lemak babi ini. Sehingga warga yang berobat penyakit jantung tidak resah,” ujarnya.
Direktur RSUD Aceh Tamiang, Ibnu Azis, mengatakan, obat yang digunakan untuk pasien penyakit jantung jenis Retoksinase ini memang mengandung lemak babi namun obat ini merupakan obat berlisensi internasional.
Bahkan menurutnya, di Arab Saudi, obat ini sudah mendapat fatwa untuk boleh digunakan kepada pasien beragama Islam.
Obat ini juga dipakai di seluruh Indonesia, untuk pasien penyakit jantung yang berfungsi untuk mengencerkan aliran darah dan plek darah di jantung.
“Obat ini sangat efektif dibandingkan obat lain, dan digunakan hanya untuk kondisi darurat. Karena kalau tidak digunakan, pasien bisa gagal jantung,” ujarnya.
Dari segi ekonomis, penggunaan obat ini sebenarnya tidak menguntungkan bagi pihak RSUD Aceh Tamiang karena biayanya terlalu mahal, yakni mencapai Rp 1,2 juta dalam satu kali penggunaan.
Namun dibandingkan obat lain yang lebih murah, obat ini sangat efektif.