Pengelolaan Rutan dan Lapas Harus Sesuai Paradigma Orang Indonesia
Di beberapa negara lain dalam menghadapi masalah ini (over kapasitas) diberikan pengampunan
Penulis: Budi Rahmat
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribun Pekanbaru, Budi Rahmat
TRIBUNNEWS.COM, PEKANBARU- Terkait perbaikan pengelolaan rutan dan lapas di Indonesia menurut Menteri Hukum dan HAM RI, Yasonna Laoly juga harus sejalan dengan paradigma orang Indonesia itu sendiri.
Salah satunya jangan terlalu mengedepankan sikap Punitif atau penghukuman terhadap seseorang atau kelompok sebagai bentuk protes terhadap suatu keadaan yang diyakini melanggar dapat menggangu seseorang atau kelompok.
"Di beberapa negara lain dalam menghadapi masalah ini (over kapasitas) diberikan pengampunan. Setelah menjalani tiga sampai empat tahun. Seperti narkoba apakah pemakai dia (tahanan)," terang Yosanna dalam keterangan persnya usai menijau dan mendengarkan keluhan tahanan rutan Sialang Bungkuk, Pekanbaru, Minggu (7/5/2017).
"Nah orang-orang kemudian bertanya, masa diampuni. Mereka (tahanan) sudah menjalani masa hukuman tiga sampai empat tahun tinggal satu tahun. Ya, silahkan dirasakan kalau mau coba tinggal didalam (rutan) selama sepuluh hari. Jika ada yang mau saya bayarlah anggaplah satu hari 500 ribu saya bayarkan 5 juta untuk 10 hari," ujar Yosenna.
Karena itu menurutnya kedepannya opsi kerja sosial dan remisi masuk dalam KUHP.
"Itu sangat menolong. Restorative Justice (pendekatan yang lebih menitik beratkan pada kondisi terciptanya keadilan dan kesimbangan bagi pelaku pidana serta korban)," ujarnya.
Karena itu untuk menciptakan perbaikan harus ada perubahan pada paradigma masyarakat.
Dikatakan Yosanna jika masyarakat masih berpikiran Punitif maka berat untuk melakukan perubahan.
"Orang-orang harus melihat hukum pidana menjadi alternatif terakhir," terang Yosanna.