Dugaan Monopoli Bahan Baku Industri Bulu Mata dan Wig di Purbalingga Bikin Harga Melonjak
Pengusaha kecil rambut dan bulu mata palsu di Purbalingga merasa sulit menembus produsen bahan baku, muncul dugaan ada monopoli harga.
Editor: Y Gustaman
Laporan Wartawan Tribun Jateng Khoirul Muzakki
TRIBUNNEWS.COM, PURBALINGGA - Pengembangan industri kecil menengah rambut palsu berupa wig dan bulu mata di Purbalingga terkendala pasokan bahan baku dan tenaga kerja.
Pelaku usaha sulit mengidentifikasi sumber penyedia bahan baku rambut sintesis, seperti dialami Riyo Ubiyantoro.
Pemilik usaha rambut palsu Bilqis Eyelashes yang berlokasi di Desa Penaruban, Kecamatan Kaligandong, ini memperoleh bahan baku rambut sintesis dari pemasok.
"Kami tak mampu menembus produsen bahan baku secara langsung. Kami pernah menelusuri ternyata bahan baku diproduksi di Tangerang kemudian diekspor ke Korea. Selanjutnya dikirim lagi ke Indonesia," kata Riyo pada Selasa (9/5/2017).
Mata rantai penjualan bahan baku yang panjang itu berpengaruh terhadap harga wig dan bulu mata palsu. Harganya menjadi lebih mahal saat sampai ke tangan pemilik usaha.
Diakui Riyo pengusaha amat tergantung kepada pemasok yang menyuplai kebutuhannya.
"Harga bahan baku rambut sintesis per kilogram Rp 150 ribu. Kebutuhan kami per bulan rata-rata 10 kilogram. Pemasok bahan baku berupa agen perseorangan dan kami tergantung mereka," jelas dia.
Kendala lain yang dihadapi industri ini adalah kesulitan mencari tenaga kerja terampil. Para pekerja itu akhirnya menjadi rebutan para pengusaha.
Mereka yang kebanyakan perempuan dari desa cenderung memilih bekerja di industri besar atau perusahaan penanaman modal asing asal Korea dan kurang tertarik bekerja di industri skala kecil.
"Mereka lebih memilih bekerja di pabrik besar biar terkesan bergengsi. Meski penghasilan sama, cenderung bekerja di kota," terang Riyo yang mempekerjakan 40 karyawan.
Wakil Ketua Komisi B DPRD Jateng, Yudhi Sancoyo, saat mengunjungi industri ini mengaku prihatin dengan panjangnya mata rantai pemasaran bahan baku.
Menurut dia, jika harga bahan baku lebih rendah, keuntungan yang didapat industri kecil menengah dapat dipakai menaikkan kesejahteraan pekerja.
"Kami akan berkoordinasi dengan Dinas Perindustrian Jateng dan Kementerian Perindustrian," ungkap Yudhi.
Kendala bahan baku ini juga dialami beberapa industri skala kecil lain di Jateng, di antaranya industri logam dan pewarna batik.
Ia mencurigai ada usaha monopoli bahan baku untuk menciptakan ketergantungan pelaku usaha terhadap mereka.
Kepala Dinperindag Purbalingga, Sidik Purwanto, mengatakan ada 21 industri rambut palsu yang merupakan PMA asal Korea dan menyerap sekitar 47 ribu orang.
Di sisi lain, jumlah plasma rambut palsu di desa-desa terdapat sekitar 251 buah. Serapan tenaga kerja mencapai 13 ribu orang. Produk yang dihasilkan industri itu berupa wig dan bulu mata palsu.
"Pasaran produk industri rambut palsu menyasar Eropa, Amerika, Asia serta dalam negeri," jelas Sidik.