Bupati Nonaktif Klaten Merasa Jadi Korban Dalam Kasus Gratifikasi
Pengakuan mengejutkan disampaikan Bupati nonaktif Klaten Sri Hartini tahu bawahannya, Suramlan, dijatuhi vonis 1 tahun 8 bulan.
Editor: Y Gustaman
Laporan Wartawan Tribun Jateng, Rahdyan Trijoko Pamungkas
TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - Bupati nonaktif Klaten Sri Hartini merasa prihatin terhadap nasib Suramlan, Kepala Seksi SMP Dinas Pendidikan Klaten.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang menjatuhi vonis 1 tahun 8 bulan kepada Suramlan dalam persidangan beberapa waktu lalu.
Hakim menyatakan Suramlan terbukti memberikan uang sogokan dengan kode uang syukuran Rp 200 juta kepada Sri Hartini terkait promosi dirinya sebagia Kepala Bagian SMP Dinas Pendidikan Klaten.
"Saya kasihan, dia tidak tahu apa-apa," ujar Sri Hartini di Pengadilan Tipikor Semarang kepada wartawan pada Senin (5/6/2017).
Hari ini, politikus PDI Perjuangan yang menjadi terdakwa kasus gratifikasi itu menjalani lagi sidang beragendakan pemeriksaan saksi.
Sri mengatakan Suramlan merupakan korban dari kasus yang menjeratnya. Dia merasa dirinya menjadi korban dalam kasus yang ditangani KPK tersebut.
"Saya tidak kenal Suramlan. Aslinya, saya sudah serahkan promosi ke masing-masing dinas. Mana yang layak dan mumpuni dikasih jabatan," tutur dia.
Menurut Sri uang syukuran merupakan tradisi. Ia mengklaim tidak tahu ada penetapan nominal dalam pemberian uang syukuran.
"Saya enggak tahu kenapa bisa ada nominalnya. Saya enggak pernah perintahkan dan tidak tahu," sambung dia.
Sri menambahkan, sedari awal pembentukan SOTK tak pernah memerintahkan besaran uang syukuran. Dia menekankan anak buahnya supaya tidak ada suap-menyuap.
"Bagi saya, mengangkat pegawai itu yang penting loyalitas. Tapi ada yang nanya, 'Ibu itu sudah habis banyak uang buat pilkada, masak enggak mau dapat tanda terima kasih,'" tutur dia.
Sri dibekuk dalam operasi tangkap tangan oleh penyidik KPK akhir tahun lalu. Dia dikenai dua dakwaan dengan nilai total gratifikasi Rp 13 miliar.