ZEE dan Landas Kontinen RI-Malaysia di Laut Sulawesi akan Dibawa ke Meja Perundingan
Batas wilayah maritim Indonesia dan Malaysia di Laut Sulawesi belum juga mencapai kesepakatan.
Editor: Sugiyarto
Laporan Wartawan Tribun Kaltim Muhammad
TRIBUNNEWS.COM, TANJUNG SELOR - Batas wilayah maritim Indonesia dan Malaysia di Laut Sulawesi belum juga mencapai kesepakatan.
Kedua negara beberapa kali bersitegang atas klaim masing-masing negara di wilayah laut utara pulau Kalimantan ini.
Rencananya Juli mendatang di Kuala Lumpur, delegasi Indonesia akan kembali berunding dengan delegasi Malaysia membahas garis wilayah maritim.
Ada tiga poin yang menjadi inti perundingan. Pertama, batas teritorial laut Tawau dengan Sebatik.
Kemudian, di arah selatan akan dirundingkan batas Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE), dan terakhir Landas Kontinen di kawasan Ambalat.
Ketua Utusan khusus Presiden Joko Widodo untuk penetapan batas maritim RI-Malaysia Eddy Pratomo mengatakan, untuk menetapkan garis batas maritim kedua negara bukan perkara mudah.
Selain harus menghadapkan dua belah pihak, perundingan wilayah laut juga menggunakan teori dan strategi yang banyak.
"Jadi tidak bisa sendiri. Kita harus hati-hati sekali," sebut Mantan Duta Besar RI untuk Republik Federasi Jerman (2009-2013) saat disua Tribun usai bertemu dengan Gubernur Kalimantan Utara Irianto Lambrie di gubernuran, Senin (12/6/2017).
Batas maritim dua negara di Laut Sulawesi sudah enam kali dirundingkan tetapi belum ada kesepakatan garis.
Bahkan dari klaim-klaim yang diajukan kedua negara belum ada yang bisa direfleksikan menjadi sebuah garis batas teritorial.
Ia mengatakan, fokus penanganan tapal batas saat ini banyak mengarah ke batas laut teritorial.
Selain berfungsi sebagai pertahanan keamanan, juga memiliki nilai keekonomian untuk menyejahterakan masyarakat.
"Kita harus punya kedaulatan penuh agar penegakan hukum dapat tercapai. Supaya tidak ada lagi pelanggaran di laut, tidak ada lagi penangkapan ikan secara ilegal karena masing-masing sudah tau batasnya."
"Saat ini nelayan negara lain nyasar ke wilayah kita. Nelayan kita juga nyasar ke wilayah negara lain. Ini kan karena batasnya belum jelas," sebutnya.
Utusan khusus Presiden ini rencananya akan meninjau titik-titik terluar di perbatasan Selasa (13/6/2017) besok. Selain itu mereka akan meninjau kondisi sosial ekonomi, dan pertahanan keamanan.
"Supaya dalam perundingan nanti kami punya basis data yang kuat. Termasuk hari ini kami minta masukan Gubernur dan jajarannya," sebutnya.
Kendala utama belum adanya kesepakatan garis batas maritim di Laut Sulawesi dikarenakan klaim dua RI-Malaysia yang sama-sama keras.
"Ada juga beberapa prinsip dasar delimitasi yang agak berbeda. Kalau prinsipnya berbeda tentu agak lama, harus sabar. Karena kalau batas laut disepakati, tidak boleh dirubah lagi. Makanya harus hati-hati," sebutnya.
Gubernur Kalimantan Utara Irianto Lambrie menyarankan utusan khusus Presiden juga ikut mempertimbangkan batas laut Nunukan-Sebatik (Malaysia), bukan hanya Sebatik-Tawau. Sebab posisi dua daerah ini cukup berdekatan.
"Jika kita berdiri di pelabuhan Lim Hie Jung maka kita lihat Pulau Sebatik wilayah Malaysia. Bahkan Malaysia sudah buat pos marinir di sana," ujarnya.
Irianto menyampaikan pula, segala informasi aktual perbatasan teritorial di perbatasan baik darat maupun laut selalu dilaporkan kepada Mendagri dan Kemenlu.
"Biasanya ada pelanggaran mencari ikan karena tidak ada koordinat yang jelas. Kalau batas jelas, tentu dampak keekonomiannya baik. Apalagi masyarakat Sebatik dan Nunukan umumnya berbelanja di Tawau. Pergi pagi pulang sore," ujarnya. (Wil)