Miris, Mahasiswi ITB Meninggal di Kamar Indekos, Tiga Hari Kemudian Baru Diketahui
Pertanyaan mereka, bagaimana sebenarnya hubungannya dengan teman-teman atau bahkan penghuni kos yang lain?
Editor: Ravianto
Pertanyaan mereka, bagaimana sebenarnya hubungannya dengan teman-teman atau bahkan penghuni indekos yang lain?
Kepergian Sartika ini juga disayangkan oleh pemilik akun Facebook, Nestor Rico Tambun.
Viral! Mahasiswa Berkebutuhan Khusus Di-bully oleh Temannya di Universitas Gunadarma https://t.co/Qv9WynCjMK via @tribunjabar
— Tribun Jabar (@tribunjabar) July 16, 2017
Nestor menulis, suasana kehidupan di indekos saat ini berbeda dengan gaya hidup indekos di tahun 1980 atau 1990-an.
“Dulu, hidup satu indekos itu seperti keluarga. Saling memperhatikan, saling berbagi makan, merasa senasib, dan saling tolong. Satu orang sakit, bisa-bisa yang antar berobat 5 atau 6 orang,” tulis wartawan senior ini.
Nestor melanjutkan, sekarang ini, gaya hidup di tempat indekos, terutama di tempat-tempat indekos bagus di kota-kota besar, orang hidup sendiri-sendiri.
“Masing-masing hidup di kamar, berteman dengan gadget dan internetnya. Merasa tidak enak mencampuri urusan, atau mengganggu teman indekos lain,” tutur Nestor.
Padahal, dalam opini Nestor, anak-anak muda yang hidup indekos di kota, sebenarnya kehilangan sesuatu.
Kehilangan suasana dan perhatian keluarga.
Ada rasa sepi, tidak bisa berbicara, atau curhat kepada keluarga.
Djadjang Nurdjaman: Saya Resign, Mundur dari Persib Bandung dan Itu Sudah Bulat https://t.co/IegWySwrIx via @tribunjabar
— Tribun Jabar (@tribunjabar) July 16, 2017
Karena itu, ketika berada di rantau, sebenarnya justru sangat butuh teman, sahabat, dan lingkungan yang bisa mengisi kekosongan itu.
“Logisnya, teman-teman koslah yang mengisi kekosongan itu,” tulis Nestor.
Selain itu, para orangtua juga harus memperhatikan rumah indekos yang dihuni anaknya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.