Heboh, Pria Mirip Mantan Gubernur Sumut Terpidana Kasus Korupsi Kepergok Bebas Check- In di Bandara
Seorang pria terlihat mirip narapidana kasus korupsi dan kasus suap DPRD Sumut yang juga merupakan mantan Gubernur Sumatera Utara, Gatot Pujonugroho
Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM - Seorang pria terlihat mirip narapidana kasus korupsi dan kasus suap DPRD Sumut yang juga merupakan mantan Gubernur Sumatera Utara, Gatot Pujonugroho bisa melenggang bebas saat berada di area check-in sebuah bandara.
Pria mirip Gatot itu diduga berada di Bandara Kualanamu Medan, dia tampak asik sedang berbincang dengan seorang pria berkacamata.
Pria yang diduga Gatot itu mengenakan topi warna hitam dan jaket bomber sedang berdiri menunggu.
Entah apa yang dilakukan pria itu di area bandara, ke mana tujuannya?
Sementara itu saat ini mantan gubernur Sumut Gatot Pujonugroho tengah menjalani masa hukumannya di Rutan Tanjunggusta Medan.
Lalu kenapa dia bisa melenggang bebas padahal statusnya sebagai napi? Apa ada ketentuan yang mengizinkan napi untuk keluar penjara hingga terbang ke luar daerah?
Gatot Pujonugroho sendiri divonis 6 tahun penjara pada 24 November 2016.
Dia terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi pada penyaluran dana bantuan sosial (Bansos) dan hibah Pemerintab Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2012 dan 2013.
Tidak sampai di situ, pada 9 Maret 2017 hukuman Gatot pun bertambah 4 tahun penjara usai divonis bersalah oleh majelis hakim atas kasus suap pimpinan dan anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 dan 2014-2019 senilai Rp 61,8 miliar.
Vonis 6 Tahun
Seperti yang dikutip Kompas.com Mantan Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho divonis enam tahun penjara, denda Rp 200 juta dan subsider empat bulan kurungan, Kamis (24/11/2016).
Terdakwa dinyatakan telah melanggar Pasal 2 ayat (1) UU RI No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU RI No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Namun, tuntutan jaksa sebelumnya yang mewajibkan terdakwa membayar kerugian negara sebesar Rp 2,8 miliar ditolak majelis hakim yang diketuai Janiko Girsang.
Alasan hakim, dana bansos atau dana hibah yang diberikan merupakan tanggung jawab lembaga yang menerima, baik secara materiil maupun yuridis.