Ibu Aniaya Bayi Hasil Hubungannya dengan Bule Australia Akhirnya Ditahan
Perempuan berinisial MD yang menganiaya bayi kandungnya yang berusia 11 bulan, akhirnya ditahan oleh Polda Bali.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR - Perempuan berinisial MD yang menganiaya bayi kandungnya yang berusia 11 bulan, akhirnya ditahan oleh Polda Bali.
Penahanan MD asal Sumba Barat Daya, NTT, itu dilakukan kemarin setelah sebelumnya polisi melakukan interogasi dan mendatangi lokasi yang menjadi tempat penganiayaan bayi yang dipanggil bayi J itu.
"Dia (MD) sudah ditahan terkait dugaan kasus kekerasan terhadap anak. Informasi lebih rinci tentang hasil pemeriksaan nanti kami sampaikan pada media Senin (31 Juli)," kata Direktur Reserse Kriminal Umum (Direskrimum) Polda Bali, Komisaris Besar Polisi (Kombespol) Sang Made Mahendra Putra ketika dihubungi melalui sambungan telepon, Sabtu (29/7/2017).
Penahanan MD membuat Yulius Benyamin Seran angkat bicara. Yulius adalah kuasa hukum Otmar Daniel Adelsberger alias Oty (55), ayah kandung bayi J yang juga kekasih MD.
Yulius mengatakan penahanan MD merupakan ranah kewenangan pihak kepolisian, dan sah-sah saja apabila cukup bukti dan sesuai hukum yang berlaku.
Baca: Seorang Ibu Aniaya Bayinya, Diduga Stres Ditinggal Pacar Bule
"Mengenai penetapan tersangka, itu domain penyidik. Apabila cukup bukti dan sesuai KUHP, itu sah-sah saja," tutur Yulius, Sabtu (29/7/2017).
Namun Yulius menambahkan, alangkah baik jika MD diperiksa kondisi kejiwaannya terlebih dahulu oleh dokter yang independen.
Sebab, kata Yulius, tujuan utama Otmar melaporkan perlakuan terhadap anaknya itu bukanlah untuk memenjarakan MD. Otmar justru ingin kekasihnya itu benar-benar sembuh dan menyelamatkan anaknya.
"Target Otmar bukan untuk memenjarakan MD. Malah dia ingin MD sembuh dan yang paling penting nasib anaknya itu," ungkap Yulius.
Ia menambahkan, Otmar berencana terbang dari negaranya Austria ke Bali untuk menjenguk bayi J.
"Katanya bulan depan akan ke Bali, tapi belum pasti tanggalnya," tuturnya.
Seperti diberitakan, penganiayaan MD terhadap bayi J diperkirakan terjadi pada 22 Maret 2017 dan bertempat di sebuah tempat kos di Seminyak, Kuta, Badung.
Baca: Bayi Dianiaya Ibu Kandung, Sang Ayah Minta Anak Biologisnya Dapat Perlindungan
Video direkam sendiri oleh MD dan selanjutnya dikirim ke Oty hingga akhirnya sampai ke Yayasan Metta Mama dan Maggha.
Yayasan itu kini menampung bayi J setelah menerima sang bayi dari Dinas Sosial Provinsi Bali.
Ada dua video yang menjadi viral dan menghebohkan jagat dunia maya terkait kekerasan yang terjadi pada bayi J.
Pada video pertama yang berdurasi 1 menit 5 detik, tampak sang bayi dimandikan dengan menggunakan cairan pencuci piring dan sempat diinjak oleh ibu kandungnya.
Sang bayi menangis keras saat disiram berkali-kali dengan air.
Kemudian bayi polos itu dipukuli pada bagian badan dan mulutnya. Bayi J pun tak henti-hentinya menangis.
Dalam video itu juga terdengar suara "This is the drama (inilah drama)," kata MD berulang kali.
Sementara pada video kedua yang berdurasi 1 menit 18 detik terlihat sang ibu dengan tega memukuli bagian tubuh belakang bayi dengan sebuah pembalut bayi yang dipegangnya kemudian mencubit-cubit dadanya.
MD tampak begitu emosi, ia tak peduli dengan bayinya yang kesakitan.
Wanita tersebut mengatakan `Come here, I will show to your father` (Kemari, aku akan tunjukkan kepada ayahmu)," ujarnya yang kemudian diteruskan dengan pukulan bertubi-tubi kepada sang bayi hingga beberapa bagian tubuhnya terlihat lebam.
Kasus penganiayaan ini mencuat ke publik, karena MD semula ingin mengambil kembali bayi J yang sudah diamankan di Yayasan Metta Mama & Maggha.
Yayasan menampung bayi J atas permintaan Dinas Sosial (Dinsos) Bali, setelah sebelumnya Dinsos diserahi oleh Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Bali.
Hingga kemarin, bayi J masih berada di yayasan yang berada di Denpasar Barat itu, dan belum diserahkan kepada MD. Kondisi bayi J dilaporkan sehat.
Tunda Serahkan Bayi
Kuasa Hukum Yayasan Metta Mama & Maggha, Nyoman Yudara mengatakan, pihaknya akan menunda sementara penyerahan Baby J kepada MD karena alasan keselamatan si bayi.
Tidak ada jaminan bahwa kekerasan yang dilakukan terhadap bayi J tak akan terulang.
"Pada Kamis (27/7) lalu, P2TP2A Bali hendak menyerahkan bayi itu kepada ibu kandungnya. Tapi, melihat video tersebut kami bersama Dinas Sosial menunda dulu bayinya untuk tidak keluar dari sini. Kami dan Dinsos masih melakukan penilaian apakah MD masih layak merawat bayi J dengan kelakuannya yang seperti itu," kata Nyoman Yudara kepada media, Sabtu (29/7/2017).
Pihak Yayasan Metta Mama dan Dinsos Bali akan melakukan observasi lebih dulu dengan meminta keterangan kalangan medis tentang kondisi kejiwaan MD.
Menurut informasi, MD tega menganiaya bayinya diduga karena mengalami stres.
Ia harus merawat bayi J seorang diri dan kesulitan memenuhi kebutuhan hidup setelah ditinggal Otmar Daniel Adelsberger.
Bahkan, MD disebut-sebut juga mengalami bipolar disorder. Gangguan bipolar adalah gangguan mental yang menyerang kondisi psikis seseorang yang ditandai dengan perubahan suasana hati yang sangat ekstrem.
Menurut sumber Tribun Bali, hubungan antara MD dengan bule Austria itu hanya sebatas pacaran. Bayi J adalah hasil hubungan di luar nikah.
Selama menjalani hubungan asmara, kehidupan keduanya penuh dengan konflik. Keduanya bahkan sempat terlibat perkelahian hingga berujung laporan ke Polres Karangasem.
MD melakukan kekerasan kepada bayinya, diduga untuk melampiaskan kekesalannya terhadap J.
Yudara menegaskan, tindakan penundaan penyerahan bayi J bukan karena ingin memisahkan anak dari ibu kandungnya. Namun, ini adalah tindakan kemanusiaan untuk keselamatan si bayi.
"Kami tidak ingin menguasai, tapi kami ingin menyelamatkan bayi dari tindakan ibunya," tegas Yudara.
Dua Syarat
Hingga kemarin, Dinsos Bali menolak bayi J dikembalikan kepada MD ibu kandungnya, karena ada syarat yang diajukan oleh Dinsos belum dipenuhi.
Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial Anak dan Lansia Dinsos Bali, Ida Ayu Ketut Anggreni mengatakan, pihaknya memberikan dua syarat yang sampai saat ini belum dipenuhi oleh pihak terkait.
"Karena permohonan kami belum dipenuhi, maka rencana bayi ini diserahkan kembali ke ibunya pada 27 Juli kami batalkan,” kata Anggreni kepada wartawan, Sabtu (29/7/2017).
Dua syarat yang diajukan oleh Dinsos adalah adanya pernyataan tegas dari P2TP2A Bali dan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A) Provinsi Bali bahwa mereka bertanggungjawab atas keadaan bayi jika dikembalikan ke MD.
Dua lembaga itu juga menjamin tidak terjadi lagi kekerasan oleh MD jika bayi J dikembalikan.
Syarat kedua, harus dilakukan tes kejiwaan terhadap MD oleh ahli jiwa atau klinik yang independen agar obyektif.
Dinsos Bali menerima laporan awal terkait kasus kekerasan terhadap bayi J pada 30 Maret lalu dari P2TP2A Bali. Bayi J saat itu masih berusia 7 bulan.
"Pihak P2TP2A Bali melayangkan surat ke kami di Dinsos untuk pengajuan pengambilan bayi dari yayasan. Setelah kami kaji lebih lanjut, kami putuskan belum bisa mengizinkan. Kami belum dapat bukti pernyataan sehat mengenai kondisi kejiwaan ibunya," jelas Anggraeni.
Anggraeni mengatakan, pihak Dinsos memiliki kewenangan untuk menangani kasus yang dialami bayi J, karena ada masalah ketelantaran, yakni bayi J ditelantarkan oleh orang tuanya dan juga mengalami penyiksaan.
Baca: Keponakan Setya Novanto Boyong Keluarga Tinggalkan Rumah Usai Digeledah KPK
Anggraeni juga mengatakan, dalam penanganan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) pihaknya tidak bisa bekerja sendiri, dan akan terus berkoordinasi dengan pihak lain.
Dinsos juga akan berkoordinasi dengan masyarakat, organisasi, lembaga terkait kesejahteraan sosial termasuk Yayasan Metta Mama & Maggha yang menangani bayi diterlantarkan.
Saat ini, Dinsos berusaha memberikan yang terbaik kepada bayi J sesuai undang-undang (UU) tentang anak. Atas dasar itu Dinsos Bali belum mengizinkan bayi J diambil dari Yayasan Metta Mama & Maggha, kendati oleh orangtua kandungnya sendiri.
Dinas Sosial menganggap MD sebagai ibu kandung bayi J tidak melaksanakan perannya fungsi sosial terhadap anaknya bahkan telah meslakan disfungsi cukup berat.
"Memang benar bahwa anak itu lebih baik tumbuh kembang dengan orangtua dan keluarganya, tetapi kalau orangtuanya bisa melakukan perannya secara baik," jelasnya.