Kisah Sakeus, Bisa Kuliahkan Anak dan Beli Rumah dan Mobil dari Hasil Usaha 17 Tahun Jualan Koran
Di belakangnya juga ada koran berbagi merek tergantung pakai jepitan besi, yang dikaitkan ke paku di dinding.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, MEDAN -- Sambil melayani pembeli, menyodorkan dua eksampelar surat kabar harian, tangannya tetap sibuk menyisipkan koran-koran di hadapannya.
Ia memasukkan eksemplar demi eksemplar halaman dalam koran ke halaman depan atau sampul utama koran serupa.
Laki-laki paruh baya tersebut, bertubuh kira-kira 175 cm, perut agak membuncit, dan perawakannya besar.
Ia sigap melayani para pembeli surat kabar, majalah atau tabloid.
Ia duduk di bangku plastik, menghadapi tumpukan koran di atas meja di trotoar.
Di belakangnya juga ada koran berbagi merek tergantung pakai jepitan besi, yang dikaitkan ke paku di dinding.
Dia adalah Sakeus Sembiring Pelawi, agen tunggal koran dan majalah S Pelawi di Jalan Kapten Bangsi Sembiring, Desa Laucimba, Kecamatan Kabanjahe Kota, Kabupaten Karo, Sumatera Utara.
Pengamatan Tribun Medan/Tribun-Medan.com, Selasa (1/8/2017) sekitar pukul 08.10 WIB -09.15 WIB, Sakeus melayani pembeli yang datang silih berganti.
Saat itu, ia mengenakan kaus lengan pendek warna abu-abu, dan celana warna gelap.
Sakeus bekerja rata-rata setengah hari, pukul 06.00 WIB-12.00 WIB.
Ia mendistribusikan belasan ribu eksampelar koran setiap hari.
Ia mempekerjakan 34 orang loper, yang memasarkan media massa cetak sampai ke desa-desa di Kabupaten Karo, termasuk di kaki Gunung Sinabung, yang sejak 2010 terus-menerus erupsi, memuntahkan bahan vulkanik dari perut bumi.
"Bekerja enam jam sehari, penghasilan cukup dapat diandalkan untuk hidup. Penghasilan rata-rata Rp 15 juta-Rp 20 juta per bulan," ujar Sakeus.
ribun Medan bertanya ulang, "Rata-rata 15 juta sampai 20 juta tiap bula?"
Ia menandaskan jawaban, "Iya. Itu penghasilan bersih."
Ayah dua perempuan tersebut mengaku, jualan koran masih sangat layak ditekuni.
Ia terjun langsung ke bisnis distribusi eceran koran sejak 17 tahun silam, melanjutkan agen koran, bisnis yang dirintis S Pelawi dan N beru Milala, orangtuanya.
"Sebenarnya sejak kecil, saat usia enam tahun, saya sudah bantu ayah jualan koran. Saat itu, saya masih SD," katanya. Setelah menempuh pendidikan tinggi, Sakeus pernah berkeja di bank yang beroperasi di Jakarta dan Bandung, Jawa Barat.
Karier tertinggi yang sempat dia raih adalah Kepala Seksi Bank Danamon di Jalan Otto Iskandar Dinata, Bandung.
Ketika ayahnya mulai sakit-sakitan, ia memutuskan meninggalkan profesi bankir dan kembali ke Kabanjahe.
"Kita tahu kerja kantoran, itu-itu saja bukan. Kerja di bank misalnya, dalam setahun semua pekerjaan sudah dapat kita kuasai. Jadi bosan juga kerja di bank. Namanya karyawan, punya bos di kantor jadi terikat, tidak bisa sebebas ini ngobrol, sambil ngopi sambil kerja. Karena bosan, dan orangtua sakit-sakitan, saya teruskan usaha ini," ujar Sakeus, yang punya istri seorang wanita polisi berpangkat Komisaris Polisi, tugas di Bidang Bimbingan Masyarakat Polda Sumut. Penghasilan mereka lebih dari cukup, untuk ukuran orang biasa.
Ia telah membeli rumah lumayan di kompleks Villa Zeqita Residence Jalan Jamin Ginting, Medan.
Kemudian rumah toko (ruko) di Jalan Flamboyan Raya, Medan, beberapa lahan perladangan dan lahan enam hektare di seputar Kabupaten Karo.
"Semua rupiah itu didapat dari koran. Jangan dilebih-lebihkan, bukan bermaksud sombong, karena memang ada, itu semua hasil dari jualan koran," katanya.
Sakeus bercerita, lima tahun silam, keluarganya membeli rumah di salah satu kompleks terbilang elite di Jalan Jamin Ginting, Medan, seharga Rp 1,2 miliar.
"Kami mencicil, dan sekarang sudah lunas. Mungkin harganya sekarang Rp 3 miliaran," ujarnya.
Dua putrinya kini tengah menempuh pendidikan.
Si sulung mengikuti perkuliahan di Institiut Teknologi Bandung (ITB), dan bungsu duduk di bangku Kelas II SMA swasta di Medan.
Bisnis yang ditekuni Sakeus menerapkan prinsip saling menguntungkan.
Bahkan, dia punya prinsip memakmurkan para pengecer koran atau loper.
Keuntungan penjualan lebih besar diberikan kepada 34 loper dalam jaringannya, yakni rata-rata Rp 1.000 per eksampelar koran.
Dalam praktiknya, harga koran yang bandrol Rp 3.000, kecuali Tribun Medan Rp 1.000, harga jual di Kabanjahe rata-rata Rp 4.000 per eksampelar, sedangkan di pedesaan mencapai Rp 6.000 per eksampelar.
Setiap loper dibatasi jatah rabat atau retur maksimal lima persen.
Contoh, loper membawa 100 koran, wajib terjual 95 dan sisa tidak terjual yang dapat dikembalikan ke agen, maksimal lima eksampelar.
Hasil Jualan Koran
Sakeus tidak melulu menceritakan tentang sukses.
Ia juga menyinggung risiko bisnis koran.
"Ada juga risiko rugi lainnya. Kalau ada musibah, jalan putus, misalnya. Pasti koran tidak tersalurkan maka saya merugi," katanya. Buyung dan Tandi Simamora dua loper Sakeus, sempat beribincang-bincang dengan Tribun Medan/Tribun-Medan.com.
Sama seperti Sakeus, Buyung mengaku sudah 17 tahun menjalani usaha jualan koran.
Ia berjualan saban hari kerja, Senin sampai Sabtu. Adapun hari Minggu libur.
"Enaknya, mencukupi untuk dapur. Saya bisa membiayai sekolah anak-anak," ujar Buyung, ayah empat anak tersebut.
Anak sulungnya menempuh pendidikan kelas 2 SMA di Palembang, Sumatera Selatan, tinggal di rumah neneknya.
Anak keduanya duduk ke kelas III SMP, disusul anak ketiga di kelas V SD, dan si bungsu masih TK.
"Alhamdulillah ini semua, hasil jualan koran. Semua penghasilan sari loper koran," tutur Buyung sembari menyebut saban hari ia menjual 120 eksampelar koran. "Penghasilannya rata-rata Rp 200 ribu -Rp 250 ribu," ucapnya sembari menyebut wilayah edar di Kabanjahe.
Loper lainnya, Simamora mengaku, memasarkan rata-rata 80 eksampelar koran per hari.
Simamora sudah 20 tahun menjalankan usaha, meneruskan bisnis orangtuanya.
Wilayah edar korannya adalah Kecamatan Simpang Empat dan Kecamatan Namantram, dekat kaki Gunung Sinabung.
"Usaha cukup tiga jam sehari, jam 10 sampai jam 12. Saya melayani pembeli harian, mingguan dan bulanan. Saya melayani 10 desa di kaki Gunung Sinabung," ujarnya sembari menyebut penghasilan rata-rata Rp 80 ribu per hari.
Semua pelaku usaha di bidang pemasaran koran di atas, baik Sakeus, Buyung dan Simamora menyadari adanya pengaruh kemajuan teknologi terutama media online, media sosial dan telepon seluler pintar (smartphone) berikut aplikasi Android mulai memengaruhi perilaku hidup konsumen media.
Walaupun demikian, sejauh mereka tetap gigih melayani pembaca media massa di pedesaan, karena prospeknya masih baik.
Memang mereka akui, ada tanda-tanda sunset atau senjakala media cetak.
Tanda-tanda itu, misalnya, dibandingkan lima tahun silam, kejayaan bisnis media cetak kini mulai menurun. Pengurangan omzet penjualan sekitar 20 persen.
Selain kemungkinan masyarakat mulai beralih ke media dalam jaringan internet (online) didukung aplikasi Android pada smartphone yang mengenakkan dan memanjakan konsumen, penyebab lain adalah musibah erupsi Gunung Sinabung yang bertahun-tahun sehingga mengganggu perekonomian masyarakat karo yang mengandalkan pertanian dan perdagangan hasil bumi.
"Sampai saat ini, jualan koran masih prospek, dipasarkan ke desa-desa. Mungkin lima tahun ke depan masih bisa, tapi di kota, sudah mulai lesu. Mungkin karena pengaruh Android," kata Sakeus.
Sakeus menyebut, dalam lima tahun terakhir, terjadi penurunan penjualan.
Hal ini diperkuat Simamora.
"Dulu saya bisa bawa 200 koran. Belakangan, mungkin pengaruh (erupsi) Sinabung, jadi hanya 80 lembar saja. Dulu penghasilan saya bisa Rp 200 ribu per hari, sekarang tinggal Rp 80 ribu. Ya, cukuplah, untuk tambahan. Selebih saya berladang," katanya.
Walaupun menghadapi perubahan zaman, Sakeus, Buyung dan Simamora terus bernovasi, optimistis dan pantang menyerah adalah semangat para pemanang.
Baru-baru ini, mereka mempraktikkan penjualan sistem bundling, satu paket. Dua koran seharga Rp 5.000 di Kota Kabanjahe.
Sedangkan di pelosok, harga dinaikkan lagi, di atas bandrol yang tertulis di koran.
Teruslah berjaya para loper dan agen koran. (domu d ambarita)