Sumatera Barat Masih Simpan Banyak Kekayaan Alam
Provinsi Sumatera Barat dinilai memiliki hutan yang lestari. Hal ini berkat peran serta kesadaran masyarakatnya yang melindungi hutan.
TRIBUNNEWS.COM - Provinsi Sumatera Barat dinilai memiliki hutan yang lestari. Hal ini berkat peran serta kesadaran masyarakatnya yang melindungi hutan.
Pasalnya, di Sumbar berlaku adat dan tradisi masyarakat dalam melindungi kelestarian hutan, karena itulah tidak heran hutan di Sumbar tetap terjaga.
Menanggapi kondisi tersebut, Ketua Komisi IV DPR RI Edhy Prabowo mengapresiasi semua kelompok masyarakat yang turut serta menjaga kelestarian hutan tersebut.
“Sumbar memiliki potensi besar untuk membangun suaka alam, sebagai tempat perlindungan ekosistem hayati dan nabati. Daerah ini bisa menjadi contoh bagi daerah-daerah lain dalam menjaga kelestarian hutan,” ucapnya saat melakukan Kunjungan Kerja Komisi IV di Balai Pertemuan Lembaga Pengelola Hutan Nagari Sungai Buluh, Padang, Sumbar..
Dia juga mengatakan, meskipun di Sumbar banyak perkebunan kelapa sawit dan karet namun masih ada keseimbangan, alam dan hutan tetap terjaga.
"Dan ini yang harus kita tularkan ke provinsi lain, kita sampaikan, bahwa ternyata ada daerah yang mampu menjaga hutannya. Kalau anda lihat di Sumatera Barat cukup banyak perkebunan kelapa sawit, karet banyak tapi hutannya masih terjaga dengan rapi," imbuh Edhy.
Dia juga mengatakan Komisi IV berkomitmen memberikan dukungan dalam menjaga kelestarian hutan di Sumbar, bahkan belum lama ini Edhy turut serta dengan Menteri Kehutanan Siti Nurbaya melepas harimau.
"Sumatera Barat punya potensi besar untuk membangun suaka alam yang lebih besar lagi, dan saya pikir pemerintah wajib untuk mendukung itu. Sumbar menjadi contoh untuk lingkungan," jelasnya.
Berdasarkan peraturan yang ada masyarakat Nagari Sungai Buluh dapat memanfaatkan keberadaan hutan lindung yang ada, untuk dikelola selama jangka waktu diberikannya hak pengelolaan Hutan Nagari yaitu selama 35 tahun.
Masyarakat sekitar juga dapat melakukan kegiatan pemanfaatan kawasan, jasa lingkungan, ekowisata dan pemungutan hasil hutan bukan kayu.
Pelabuhan Benoa, Bali Belum Masuk Dalam RIP Nasional
Wakil Ketua Komisi V DPR RI Lasarus menyatakan, dirinya merasa miris melihat pelabuhan Benoa, Bali yang tidak masuk dalam Rencana Induk Pelabuhan (RIP) Nasional.
Pasalnya, belum ada nota kesepahaman antara Pelindo dengan pihak pemda terutama Pemkot Denpasar terkait dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
“Ini merupakan kunjungan Komisi V DPR yang kedua kalinya, kami menitik beratkan pada Pelabuhan Benoa yang merupakan Pelabuhan terbesar di Bali,” kata Lasarus saat memimpin Tim Komisi V melakukan pertemuan dengan Direktur Pelindo III, Kepala Otoritas Bandara Wilayah IV I Gusti Ngurah Rai, Kementerian Perhubungan dan Basarnas membahas tentang infrastruktur, alat transportasi masal dan Pelabuhan Benoa, di Bali, Senin, (31/7/2017).
Seluruh program yang dibuat Pelindo, lanjutnya, banyak yang terhenti dan tidak bisa dilaksanakan sementara pelabuhan ini perlu perluasan.
Contoh tempat sandar kapal barang, tempat sandar kapal penumpang dan sandar kapal pesiar dari luar negeri serta gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) semua memanfaatkan satu area sementara disini ada potensi perluasan yang sangat besar.
Dalam kesempatan tersebut, politisi PDI Perjuangan ini mengatakan, bahwa Komisi V DPR yang menangani infrastruktur ingin melihat sejauh mana masalah tersebut.
Sementara itu dijelaskan Direktur Pelindo III Husein Latief, bahwa persoalannya ada di perbedaan gambar antara RIP yang diusulkan KSOP berbeda dengan lampiran gambar di Perda.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.