Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Curahan Hati Zulia Mahendra, Putra Amrozi: Kembalinya Kecintaan Saya Kepada Indonesia

Zulia Mahendra (32) memilih untuk melepaskan rasa dendam yang selama 10 tahun terpendam.

Editor: Rachmat Hidayat
zoom-in Curahan Hati Zulia Mahendra, Putra Amrozi: Kembalinya Kecintaan Saya Kepada Indonesia
surya/hanif mansuri
Zulia Mahendra (paling kanan) saat menjadi petugas pengibar bendera, dalam upacara HUT ke-72 RI di sekitar kantor Yayasan Lingkar Perdamaian (YLP), di Lamongan, Jawa Timur 17 Agustus lalu. 

TRIBUNNEWS.COM, LAMONGAN– Zulia Mahendra (32) memilih untuk melepaskan rasa dendam yang selama 10 tahun terpendam.

Untuk pertama kalinya dalam rentang waktu itu, ia kemudian turut mengibarkan bendera merah-putih dalam upacara HUT ke-72 RI di sekitar kantor Yayasan Lingkar Perdamaian (YLP), di Lamongan, Jawa Timur 17 Agustus lalu.

Zulia, kemudian bercerita panjang lebar pada Minggu (20/8/2017), untuk bisa lepas dari traumanya selama ini. Ketika sang ayah hendak dieksekusi, seketika itu juga Hendra merasa membenci negara.

Saat itu, ia masih duduk di bangku sekolah tingkat atas. Secara psikis, ia tengah dalam pencarian jati diri.

"Sebenarnya prosesnya cukup lama, dengan rasa dendam yang masih ada. Seperti didiskriminasi sama negara, sama masyarakat. Jadi memang, proses-proses yang sudah berjalan, apalagi usaha dan perbaikan mental dari seorang paman, dari ustaz Ali Fauzi, dari ustaz Ali Imron, memang sangat-sangat membantu dalam memulihkan," kata Hendra.

Soal kemauan untuk menjadi pengibar bendara saat itu, ia tak merasa punya beban. Ceritanya, sang paman Ali Fauzi-lah yang memintanya untuk menjadi tim pengibar bendera, bersama dua anggota YLP lain. Permintaan itu disampaikan via grup layanan perpesanan Whatsapp.

"Jadi, ya sudahlah. Kita mulai dari sini. Jadi memang satu tahun ini yang sangat berarti untuk kembalinya kecintaan saya kepada Indonesia," ceritanya.

BERITA TERKAIT

Hendra sempat ingin meneruskan perjuangan sang ayah. Ia belajar secara otodidak cara membuat dan merakit bom, serta ilmu tentang persenjataan. Namun, semua niat itu hampir hilang setelah 10 tahun berlalu.

"Sangat-sangat benci (sama negara). Bahkan saya dendam, yang maksudnya dalam artian, saya harus meneruskan (perjuangan ayah) ini. Saya nggak bisa tinggal diam," kenang Hendra.

Karena tak mau hormat kepada bendara merah-putih saat itu, Hendra memilih untuk tak ikut upacara bendara ketika bersekolah.

Ia pun sering masuk ruang bimbingan konseling. Tapi ia tak peduli. Saat itu ia lebih memilih untuk bertikai dengan guru ketimbang harus hormat pada bendera.

"Dari proses-proses yang sudah berjalan – 10 tahun itu – memang sudah berpikir, sih. Sudah berpikir saya harus buang dendam yang memang lama. Memang masih ada-lah, dendam-dendam sedikit lah. Tapi coba saya hapus," ungkapnya.

Kini, Hendra telah mengikrarkan diri pada kedamaian di negara ini. Ia masih sangat menghormati langkah sang ayah. Tapi, ia juga tak merasa bersalah mengambil jalan hidup yang bertolak dengan hal-hal yang diperjuangkan ayahnya ketika itu.

"Insya Allah. Saya mendukung langkah bapak dulu. Dan insya Allah, bapak juga mendukung langkah saya (sekarang)”. (fla/nif)

Sumber: Surya
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas