Wow, Gaji GTT Kota Surabaya Rp 137.000 Per Jam, Sekolah Wajib Anggarkan 15 Persen dari Dana BOS
Penetapan standar gaji bagi Guru Tidak tetap (GTT) di Kota Surabaya hingga saat ini masih di matangkan oleh Dinas Pendidikan (Dindik) Kota Surabaya.
Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA – Penetapan standar gaji bagi Guru Tidak tetap (GTT) di Kota Surabaya hingga saat ini masih di matangkan oleh Dinas Pendidikan (Dindik) Kota Surabaya.
Tetapi, berdasarkan data yang sempat disebutkan kepala Dindik Jatim, standar gaji GTT Kota Surabaya Rp 137.000 per jamnya.
Untuk memenuhi gaji tersebut, sekolah akan diberikan subsidi Rp 300.000 tiap guru dan bisa menggunakan 15 persen anggaran Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Baca: Demi Uang Jajan Cucu dan Cicitnya, Nenek Tembok Rela Berjualan di Bawah Terik Matahari
Sayangnya, banyaknya jumlah GTT di sekolah membuat sekolah harus kembali memutar manajemen keuangannya agar bisa memenuhi gaji guru.
Kepala SMKN 2 Surabaya Djoko Priatmodjo mengatakan, iktikad baik Pemprov Jatim memberikan subsidi untuk membayar gaji GTT patut diapresiasi.
Namun, ada perhitungan yang menurutnya perlu disesuaikan. Khususnya terkait standar gaji yang terlampau tinggi dengan standar awal yang berlaku di sekolah.
Sebab, dengan hitungan yang ada maka sekolah harus mengeluarkan dana lebih dari 15 persen anggaran BOS untuk gaji guru.
“Standar gaji guru di kota Surabaya ini sudah ditetapkan hitungannya. Untuk SMK hitungannya 40 jam mengajar seminggu. Atau 8 jam mengajar sehari dengan nominalnya Rp82.400 per jam,” ungkap Djoko, Minggu (27/8/2017).
Dengan besaran Rp82.400 per jam, setiap bulan SMKN 1 menganggarkan sekitar Rp193 juta untuk menggaji 40 orang GTT.
Beban ini bahkan lebih besar dari alokasi 15 persen dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Jika tiap triwulan mendapat pencairan Rp 1 miliar dari BOS. Maka alokasi untuk gaji GTT hanya sebesar Rp50 juta per bulan.
“Jadi masih kurang Rp140 juta per bulan dari alokasi dana BOS. Itu masih menggunakan acuan gaji yang sekarang. Kalau pakai standar gaji yang baru Rp137 ribu, selisihnya akan terlalu tinggi,” tutur Djoko.
Bahkan jika disubsidi upah dasarnya Rp300 ribu per bulan, kurangnya masih tinggi. Selama ini, beban gaji juga ditanggung dari Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP).
Djoko berharap, perhitungan standar gaji dapat menggunakan acuan 40 jam. Sebab, 24 jam mengajar hanyalah syarat minimal untuk sertifikasi.
Jika dalam satu minggu GTT mengajar selama 40 jam, maka gajinya akan setara UMK Surabaya.
“Rata-rata GTT di sini mendapat jam mengajar sekitar 32 jam mengajar. Yang penting cara menghitungnya saja bagaimana. Kalau menghitungnya 24 jam, resiko terlalu tinggi,” keluhnya.
Baca: Berkat Jejak yang Ditinggalkan di Dunia Maya, Lima Remaja Ini Diundangan ke Kantor Pusat Google
Hal senada diungkapkan Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMA Negeri Surabaya Khairil Anwar.
Pihaknya mengaku standar gaji yang saat ini berlaku di sekolahnya masih sekitar Rp120 ribu per jam mengajar.
“Sekolah memiliki Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Maka standar gajinya sesuai sekolah masing-masing. Tapi kemungkinan masih sesuai standar yang dulu, yakni UMK,” terang Khairil.
Jumlah jam mengajar, lanjut Khairil menentukan besaran gaji GTT setiap bulannya. Karena itu, standar gaji UMK perbulan dibagi 24 jam maka akan ketemu angka Rp120 ribu.
“Mudah-mudahan bisa menyesuaikan dengan aturan yang baru,” tutur pria yang juga Kepala SMAN 15 Surabaya ini.
Kepala Dinas Pendidikan (Dindik) Jatim Dr Saiful Rachman mengatakan, perhitungan standar gaji akan tetap menggunakan 24 jam mengajar sesuai standar UU Guru dan Dosen.
Standar ini kalau jadi edaran atau pergub akan menjadi pedoman. Tetapi jika sekolah memiliki kemampuan berbeda maka akan disesuai.
“Kalau dipaksakan, apa sekolah yang tidak kuat membayar terus ditutup. Jadi tetap ada kesepakatan antara sekolah dengan guru. Seperti halnya kesepakatan antara buruh dengan perusahaan,” tutur dia.
Saiful menegaskan, provinsi membuat standar gaji agar GTT dan sekolah nyaman. Keduanya sama-sama punya kewajiban untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
Karena itu, jika akan disesuaikan dengan kondisi sekolah tidak masalah. Hal ini juga sudah dibicarakan dengan satuan pendidikan.
“Memang sudah ada yang bilang kalau tidak mampu menggaji dengan nilai sebesar itu. Dinamikanya pasti akan muncul,” kata Saiful.