Keluh Kesah Warga Tegal di Perantauan Setelah Wali Kotanya Kena OTT KPK
Berita itu, kata dia, merupakan catatan kesekian kalinya Wali Kota Tegal melakukan tindak pidana korupsi.
Editor: Sugiyarto
Laporan Wartawan Tribun Jateng, Mamdukh Adi Priyanto
TRIBUNNEWS.COM,TEGAL- "Berita malam di satu stasiun televisi sekitar pukul 21.00 WIB, mengubah suasa teduh Ibu Kota setelah diguyur hujan sedari sore hari menjadi malam paling paling kelam bagi kami," tulis Ketua Ikatan Masyarakat Tegal Brebes (IMTB), Achmad Tarkalil, dalam keterangan tertulisnya, Selasa (5/9/2017).
Berita terjaringnya Wali Kota nonaktif Tegal, Siti Masitha Soeparno, dalam operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Selasa (29/8/2017) petang, menjadi berita yang tidak diharapkan masyarakat Tegal di rantau.
Berita itu, kata dia, merupakan catatan kesekian kalinya Wali Kota Tegal melakukan tindak pidana korupsi.
"Kekelaman yang dirasakan kami, menjadi kedua kalinya Wali Kota Tegal berurusan dengan KPK," jelasnya.
Berdasarkan data yang dihimpun, kasus korupsi pernah menimpa Ikmal Jaya, Wali Kota Tegal periode 2009-2014. Ia menjadi tersangka korupsi tukar guling tanah aset daerah Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bokong Semar senilai Rp 35,1 miliar.
Sebelumnya, Wali Kota Tegal periode 1990- 1995 dan 1995-2000 juga pernah tersandung kasus korupsi tiga proyek di Kota Tegal. Kasus ini tidak ditangani KPK, melainkan Kejaksaan Negeri Tegal.
"Wali kota sebelumnya terjerat kasus korupsi. Kini hal serupa harus dialami oleh penggantinya. Tentu ini pukulan berat bagi masyarakat Tegal, juga yang diperantauan," ujarnya.
Tarkalil menambahkan kasus bertubi- tubi itu akan berdampak pada psikologis mereka.
"Ketika kami sebagai wadah berkumpulnya masyarakat Tegal di rantau sedang berjuang dan mengadvokasi keberadaan warteg di Jakarta, justru kami malah disodori pemberitaan korupsi yang bertubi- tubi," imbuh Tarkalil.
Hal senada juga disampaikan Ketua Dewan Penasihat IMTB, Arief Rizqie. Ia mengatakan, saat warga Kota Tegal di rantau sedang membangun citra positif kotanya, diusik pemberitaan negatif.
"Tentu kami sedih. Ini kali kedua, maka kalau dalam peribahasa sudah layak kami disamakan dengan keledai karena terjerembab di lubang yang sama," ujarnya.
Ia mengajak masyarakat Kota Tegal bermuhasabah.
"Tanyalah kepada diri sendiri, kenapa kita mengalami hal yang sama?," imbuhnya.