Warga Berbondong-bondong Berharap Berkah Lewat Ruwat Sukerta
Satu per satu para peserta masuk ke dalam tempat siraman. Di sini, air yang digunakan bukan sembarang air.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, MOJOKERTO - Alunan musik Jawa mengiringi proses ruwat massal yang berlangsung di halaman Pendopo Agung, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jumat (22/9/2017) siang.
Lengkap mengenakan kain putih, puluhan peserta Ruwat Sukerta tampak berbaris rapi mengantre untuk mengikuti prosesi siraman tujuh air suci.
Tua, muda, hingga anak balita tampak mengikuti ruwat Sukerta yang konon dipercaya dapat membawa keberkahan.
Satu per satu para peserta masuk ke dalam tempat siraman. Di sini, air yang digunakan bukan sembarang air. Melainkan air tersebut didapatkan dari tujuh sumber mata air.
Yakni air kelapa, air laut tawar, air hujan, embun, sumber tempur, air sendang, serta air sumber dari tujuh petirtaan peninggalan Kerajaan Majapahit.
Baca: Sudah 32 Hari Pekerja Kontrak di Barcelona Spanyol Mogok
Peserta ruwatan ini tidak hanya dari kalangan masyarakat Mojokerto saja. Melainkan dari berbagai daerah sekitar, seperti Sidoarjo, Jombang, Trenggalek, Surabaya, Gresik, dan beberapa daerah lainnya.
Kemudian, satu per satu peserta ruwat masuk dan duduk menghadap wadah air yang telah dicampur bunga-bunga.
Dengan didampingi dua pemangku adat, kemudian air disiramkan mulai dari ujung kepala hingga membasuhi seluruh tubuh.
Setelah dimandikan dengan air suci, seorang pemangku adat lainnya memotong sedikit rambut.
Potongan itu, kemudian dimasukkan ke dalam sebuah lembaran kain dan disisihkan ke dalam sebuah mangkuk.
Setelah prosesi mandi air suci dan potong rambut selesai, peserta kemudian digiring menuju pemangku lainnya untuk diberikan sebuah benang yang disematkan di tangan sebelah kanan.
Setelah tiga proses ini terselesaikan, peserta yang telah mengganti pakaian tidak diperkenankan untuk pergi meninggalkan lokasi ruwat.
Baca: Tradisi Siraman Dalem Pusaka di Puro Pakualaman
Sebab, mereka masih harus menyaksikan pagelaran wayang kulit dengan lakon Lahire Mahesa Sura.
Pemangku Adat Ki Wiro Kadeg Wongso Jumeno mengatakan, ruwatan ini merupakan laku budaya Jawa yang sudah ada sejak zaman dahulu, yakni Kerajaan Majapahit.
Ruwatan adalah ikhtiar manusia untuk memohon kepada Tuhan supaya dihilangkan dari kesialan hidup dan dikabulkan cita-cita atau keinginannya melalui sarana atau laku budaya.
"Ritual ruwat sebenarnya tidak harus dilakukan pada saat Suro, tapi karena ini bertepatan dengan Suro atau tahun baru umat Islam, jadi alangkah baiknya kita meminta yang baik-baik kepada Tuhan di tahun yang baru ini," katanya.
Sementara itu, Agus Subagio seorang peserta ruwat asal Surabaya mengaku baru pertama kali mengikuti ruwat seperti ini.
Pria 53 tahun yang mengajak seluruh anggota keluarganya ini pun, mempunyai harapan tersendiri.
"Ingin usahanya dilancarkan dan tentunya mengharapkan keberkahan serta dijauhi dari malapetaka," katanya.
Hal senada juga dikatakan oleh Muhammad Yunus. Meski asli warga Trowulan, Yunus mengaku baru pertama kali mengikuti ruwatan.
Kali ini, justru kedua anaknya yang diikutkan ruwat, dengan harapan dapat mengajarkan budaya tradisional Jawa yang dimiliki.
"Selain mengharapkan yang baik-baik, saya juga ingin mengajarkan kedua anak saya kalau orang Jawa punya tradisi seperti ini," tegas pria 36 tahun ini. (Surya/Rorry Nurmawati)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.