Mbah Ishak Mantan Anggota Cakrabirawa Fasih Hafalan Alquran
Sersan Satu Ishak Bahar Komandan Regu Security Kompi C Batalyon 1/Kawal Kehormatan Cakrabirawa adalah saksi sejarah kejadian G30S/PKI, yang masih seha
TRIBUNNEWS.COM, PURBALINGGA - Sersan Satu Ishak Bahar Komandan Regu Security Kompi C Batalyon 1/Kawal Kehormatan Cakrabirawa adalah saksi sejarah kejadian G30S/PKI, yang masih sehat dan bisa bercerita hingga kini.
Dia tahu persis tanggal 30 September 1965, suasana Lubang Buaya di Kecamatan Pondok Gede, Bekasi Selatan, begitu mencekam.
Baca: Bawa Spanduk Insya Allah Siap Menang PKS Daftar ke KPU
Tribunjateng.com mengunjungi Ishak di rumahnya di Purbalingga pada Kamis (5/10/2017).
Kakek ini bercerita banyak hal. Masih 'utuh' ingatannya terkait peristiwa penting 1965 itu.
Ishak Bahar mengaku nggak tahu menahu urusan politik. "Apalagi PKI, partai apa itu juga saya nggak ngerti. Urusan apa, sih. Saya hanya jalankan perintah atasan, suruh apa nurut," kata Ishak Bahar (82), mantan anggota Cakrabirawa era Soekarno.
Ishak Bahar (82) berbagi kisah perihal pengalamannya saat bertugas.
Dia tahu persis peristiwa tragis Gerakan 30 September.
Tragedi itu pula yang membuat Ishak Bahar dipenjara tanpa proses pengadilan.
Ishak harus mendekam di Lapas Cipinang selama 17 hari, lalu dipindahkan ke Lapas Salemba hingga 13 tahun.
Selama di dalam penjara dia diperlakukan tak manusiawi, seperti antre tunggu kematian.
Baca: Inilah Hotel Tempat Menginap Calon Besan Presiden Jokowi
Ia telah kebal mendapatkan siksaan fisik. Hukuman yang bisa membuat badannya sakit itu masih lebih ringan dibandingkan harus menahan lapar.
Dipukuli dan berhari-hari nggak dikasih makan. Semua sudah dilalui oleh Ishak.
Gemuk badan saat masuk, kurus kering begitu di dalam penjara.
Memang begitu adanya. Berat badannya yang semula 75 kilogram menjadi 40 kilogram, hanya dalam jangka waktu 2 tahun.
Tak aneh, hampir setiap hari, antara tahun 1965 hingga 1966, Ishak menyaksikan ada 10 hingga 15 tahanan mati di dalam penjara karena tak kuat menanggung sakit.
Tapi siapa sangka, kakek ini masih punya suara merdu. Dia hafal ayat-ayat Alquran dan masih bisa melantunkan ayat-ayat suci itu secara tartil.
Dia pejam mata untuk "mengaji" tanpa baca alias menghafal.
"Sabbahalillahi maa fissamawaati wama fil ardh. Wahuwal 'azizul hakim. Ya ayyuhalladziina aamanu lima taquluuna maa laa taf'aluun. (tribunjateng/khoirul muzaki)