Korban Dokter Gigi Abal-abal, Bukan Tambah Rapi, Tapi Malah Berantakan
Banyak kasus-kasus korban yang harus menderita akibat ulah oknum tukang gigi yang melakukan praktik illegal pemasangan behel atau kawat gigi.
Editor: Sugiyarto
Laporan Reporter Tribun Jogja, Hanin Fitria
TRIBUNNEWS.COM, YOGYA – Tidak hanya satu ataupun dua orang saja yang telah menjadi korban praktik dokter gigi illegal.
Banyak kasus-kasus korban yang harus menderita akibat ulah oknum tukang gigi yang melakukan praktik illegal pemasangan behel atau kawat gigi.
Oknum yang melakukan praktik gelap tersebut tak hanya dari kalangan tukang gigi, namun juga ada orang biasa yang tidak memiliki keahlian dalam bidang kesehatan gigi.
Karena trend behel atau kawat gigi sedang digandrungi remaja-remaja, sehingga membuka peluang bagi tangan nakal yang ingin merauk keuntungan.
Peluang tersebut dimanfaatkan oleh oknum yang mengiming-imingkan harga murah.
Kisaran harga yang ditawarkan oleh onkum tersebut bisa jauh lebih murah dibandingkan pergi ke dokter gigi khusus menangani masalah ortopedi.
Praktik dokter gigi abal-abal ini banyak ditemui di media sosial, seperti instagram dan facebook.
Dilansir oleh tribunjogja.com, Senin (23/10/2017), melalui akun instagram @korbantukanggigi memperlihatkan beberapa kasus korban behel abal-abal.
Posting-an terbaru memperlihatkan gigi yang terlihat cukup aneh dan berpasangkan behel.
Behel biasanya digunakan untuk merapikan gigi dan memundurkan gigi yang terlihat maju, justru malah membuat gigi pasien semakin maju tidak karuan.
"Biayanya delepan ratus ribu. Efek sampingnya memang tidak tampak. Yang lebih tampak adalah efek depannya. Akibat tarikan yang berlebih dan tidak didasari ilmu." tulis akun tersebut pada foto yang ia unggah.
Tidak hanya posting-an tersebut, terdapat juga foto pasien yang menjadi korban behel.
Bentuk gigi yang tidak semakin rapi dan juga gusinya mengalami abses.
Saat diperiksa pemasangan braket behel juga tidak sesuai prosedur yang tepat.
Akun tersebut selalu mengingatkan kepada netizen untuk lebih waspada dan tidak sembarangan dalam memilih dokter gigi. (*)