Mengenang 7 Tahun Kepergian Mbah Maridjan, Tokoh di Lereng Merapi Berdedikasi Sampai Mati
Hari ini, Kamis (26/10/2017), letusan dahsyat Gunung Merapi yang menewaskan juru kunci Mbah Maridjan, sudah berlalu tujuh tahun.
Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM - Hari ini, Kamis (26/10/2017), letusan dahsyat Gunung Merapi yang menewaskan juru kunci Mbah Maridjan, sudah berlalu tujuh tahun.
Meskipun sudah cukup lama, tetapi jejak-jejak letusan itu masih dapat ditelusuri di Kinahrejo, yang merupakan tempat tinggal Mbah Maridjan.
Sejak status Merapi ditingkatkan menjadi awas pada 25 Oktober 2010, warga yang berada di radius 10 km dari puncak gunung harus mengungsi.
Masyarakat yang berada di daerah rawan bencana pun berbondong-bondong menyelamatkan diri.
Namun, ada satu orang yang enggan untuk meninggalkan kampung halamannya, yakni mbah Maridjan alias Ki Surakso Hargo.
Ia memang diberi mandat Sri Sultan Hamengku Buwono IX, untuk menjaga salah satu gunung paling aktif tersebut.
Rupanya, mbah Maridjan benar-benar melaksakan tugasnya itu. Ia tak beranjak dari lereng Merapi dan tewas pada tanggal 26 Oktober 2010 sore, akibat terkena awan panas.
Berikut sederet fakta menarik Mbah Maridjan, sebagaimana TribunJogja.com kutip dari berbagai sumber.
1. Ingin Mengungsi Menunggu Wangsit Eyang Petruk
Mbah Maridjan tak mau mengungsi dari Kinahrejo dikabarkan karena menunggu wangsit dari Eyang Petruk.
Namun sehari sebelumnya, justru banyak warga yang melihat penampakan awan berbentuk tokoh wayang tersebut.
2. Meninggal dalam Keadaan Sujud
Saat hendak dijemput pada Selasa (26/10/2017) sore, awan panas justru buru-buru menerjang rumah mbah Maridjan. Akibatnya, ia dan dua orang yang ingin menjemput tewas terkena awan panas.
Keesokan harinya saat dilakukan penyisiran, seorang anggota Taruna Siaga Bencana (Tagana) Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman, menemukan sesosok mayat yang sedang sujud di kamar mandi rumah mbah Maridjan.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.