Masa Darurat Gunung Agung Diperpanjang hingga 9 November
Gubernur Provinsi Bali I Made Mangku Pastika kembali memperpanjang masa keadaan darurat penanganan pengungsi Gunung Agung selama 14 hari.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR - Gubernur Provinsi Bali I Made Mangku Pastika kembali memperpanjang masa keadaan darurat penanganan pengungsi Gunung Agung selama 14 hari ke depan.
Masa keadaan darurat berlaku 27 Oktober 2017 hingga 9 November 2017.
Menurut Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, perpanjangan masa keadaan darurat ini adalah yang ketiga kali sejak Gunung Agung dinaikkan status Awas (level 4) oleh PVMBG pada 22 September 2017.
Perpanjangan masa keadaan darurat ini diberlakukan oleh Pemprov Bali untuk memberikan kemudahan akses dalam menangani ancaman letusan Gunung Agung.
Termasuk kemudahan akses dalam pengerahan personel, penggunaan anggaran, pengadaan dan distribusi logistik, administrasi dan lainnya.
Baca: Keluarga Gelar Tahlilan Setelah Ayah Hendrik Kerasukan Sambil Teriak Panas
"Sebab kenyataannya hingga saat ini masih ada sekitar 133.457 jiwa pengungsi di 385 titik pengungsian. Mereka harus dipenuhi kebutuhan dasarnya di pengungsian," kata Sutopo dalam siaran persnya, Sabtu (28/10/2017).
Hingga 37 hari sejak ditetapkan status Awas Gunung Agung belum terlihat tanda-tanda akan terjadinya letusan.
Jumlah kegempaan terus menurun, namun deformasi relatif stabil.
Baca: Subarna Ega Jadi Tersangka, Sang Istri Pernah Mencarinya di RS Polri
PVMBG masih menetapkan Gunung Agung berstatus Awas hingga kemarin dengan rekomendasi radius 9 kilometer ditambah sektoral 12 kilometer dari puncak kawah tidak boleh ada aktivitas masyarakat.
Dalam waktu dekat, PVMBG akan mengevaluasi status Gunung Agung berdasarkan kondisi terkini.
Dikatakan Sutopo, dampak ekonomi dan sosial yang ditimbulkan selama status Awas Gunung Agung cukup besar.
Kerugian ekonomi diperkirakan Rp 1,5 triliun hingga Rp 2 triliun.
Baca: Tak Ada Lagi Senyuman Surnah, Dia Meninggal Setelah Satu Bulan Bekerja
Kerugian itu di antaranya berasal dari sektor pariwisata Rp 264 miliar, sektor perbankan Rp 1,05 triliun, sektor hilangnya pekerjaan para pengungsi Rp 204,5 miliar, sektor pertanian, peternakan, kerajinan Rp 100 miliar, serta sektor pertambangan dan pembangunan Rp 200 hingga Rp 500 miliar.
"Kerugian ini belum memperhitungkan sektor pendidikan dan kesehatan yang juga terdampak langsung," ucap Sutopo.
Sampai sekarang Pemrov Bali dan Kabupaten/Kota di Bali terus melakukan penanganan darurat dibantu oleh Pemerintah Pusat dari Kementerian/Lembaga, NGO, dunia usaha dan masyarakat.
BNPB mengkoordinasikan potensi nasional dengan mendirikan Pos Pendampingan Nasional di Karangasem. (*/sko)