Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Melongok Proses Kreatif Sekolah yang Tak Punya Studio, Tapi Juara Festival Film Internasional

Sekelompok siswa ini berdiskusi mencari ide cerita. Sementara yang lain fokus pada angel kamera yang tepat.

Editor: Sugiyarto
zoom-in Melongok Proses Kreatif Sekolah yang Tak Punya Studio, Tapi Juara Festival Film Internasional
surya/habibburrahman
CINEMA KREATIF - Meski tanpa fasilitas studio, Siswa Smamda tetap bisa menyalurkan kemampuan cinematografi dan viseografinya memanfaatkan atmosfir luar sekolah sebagai studio dan melakukan editing diarea sekolah. 

TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Sekelompok siswa ini berdiskusi mencari ide cerita. Sementara yang lain fokus pada angel kamera yang tepat. Sang Sutradara harus segera menentukan tokoh untuk syuting. 

Begitulah aktivitas para pecinta sinematografi di SMA Muhammadiyah 2 Pucang Surabaya.

Tiap Sabtu mereka bertemu mengasah kemampuan membuat film.

Meski tak punya studio film, sekolah ini rajin mengirimkan karya film mereka ke luar negeri.

Saat ini, mereka menerima tantangan membua film pendek Jepang.

Dalam durasi tiga menit, mereka harus mampu menyuguhkan karya film untuk diadu ke Jepang. 

Semua pelajar dari seluruh belahan bumi juga mengirimkan karya yang sama.

Berita Rekomendasi

"Mudah-mudahan mendapat hasil terbaik. Kami sudah kirim karya kami ke Kementerian Pendidikan di Jepang," ucap Dynastiar Natadifa, siswa Kelas 1 IPA SMAM 2 Pucang, Minggu ( 29/10/2017).

Dalam waktu 3 menit, mereka akhirnya menetapkan film berjudul "child" untuk dikirim ke Jepang.

Dynastiar, sang sutradara bersama timnya mengangkat sosok anak SD Ketabang Surabaya

Bocah ini abai akan lingkungan karena ketagihan Gadget.

Dia juga tidak pernah sosialisasi dengan teman sekolah bahkan mengerjakan PR juga sering dilupakan. Namun dalam cerita itu, Bocah ini dikenal sangat pintar.

Sang guru nyaris tidak percaya karena saat diminta mengerjakan di depan kelas selalu bisa. Film ini mengambil latar di SDN Ketabang dan rumah Dynastiar.

"Kami ingin sajikan fenomena bocah SD sekarang yang abai namun soal pelajaran pandai. Biar penonton yang mengartikan sendiri," kata Dynastiar.

Para siswa kreatif itu saat ini menjadi andalan sekolahnya untuk mengharumkan nama lembaga di mata luar.

Karena tujuan ini, sekolah memberikan dispensasi dan kelonggaran. 

"Kami biasa memberikan kemudahan tidak ikut pelajaran saat mereka fokus menuntaskan film untuk festival atau kompetisi di luar. Namun harus tetap masuk sekolah," kata Tanti Puspitorini, Humas SMAM 2 Pucang.

Bahkan saat harus mengikuti tes ulangan, mereka juga diperbolehkan fokus menuntaskan garapan film.

Mereka punya hak previlage mengikuti ujian susulan karena berjuang demi mengharumkan nama sekolahnya. 

"Enaknya ya itu. Sekolah memberikan kelonggaran pada kami. Kalau pas harus fokus penuntasan film, kami tetap pada penggarapan film. Pelajaran bisa diabaikan dulu," ucap Dimas Nur Mahendra, siswa yang lain.

Tidak hanya untuk film pendek untuk Jepang, SMAM 2 Pucang minggu ini fokus pada Olimpiade antarlembaga Muhammadiyah tingkat nasional di Lampung. Mulai lomba akademik hingga nonakademik.

Para pecinta sinematografi SMAM 2 Pucang juga dikerahkan untuk menunjukkan karya film hasil bidikan kamera sekolah ini.

"Kami yakin dengan kerja keras kami sehingga akan mendapat hasil yang maksimal," ucap Tanti.

Sekolah yang berlokasi di Jl Pucang Surabaya ini pernah mengukir prestasi internasional.

Mereka pernah mendapat penghargaan dari ReelOzind, Organisasi Australia-Indonesia Cente di Monash University yg khusus menangani film.

Di sana anak-anak pecinta fim dari SMAM 2 itu menang dengan penghargaan spesial jury mention.

Suka Unggah di YouTube 

SMAMDA Pucang hingga saat ini belum juga punya studio film.

Hal ini tak menghambat kreativitas anak-anak di bidang film. Sebab semua karya film itu bisa dikerjakan dimana pun.

Pembimbing Sinematografi SMAMDA, Habibah Melyana menyebutkan bahwa siswa sekolah ini mampu memanfaatkan teknologi untuk hal Posiitif.

"Mereka kompak dan kreatif. Medsos menjadi daya pikat mereka mengunggah film karyanya," kata Habibah yang mahasiswa Unair ini.

Gadis yang masuk klub profesional sinematografi ini dipercaya membimbing siswa SMAMDA.

Dia melihat kreativitas dan energi siswa itu harus dimaksimalkan. Meski dukungan properti berupa studio belum ada.

Ngedit dan pengambilan gambar bisa dimana saja. Cukup degan alat utama kamera, komputer atau Laptop semua bisa menghasilkan film.

Sementara SDM atau siswa yang bertugas menulis ide cerita, sekenario, hingga menyajikan gambar. 

Fauzi Anwar, siswa kelas 1 IPA yang lain menyebutkan bahwa setiap Sabtu para penyuka film di SMAMDA selalu ada kegiatan.

Mereka yang tergabung dalam extrakurikuker sinematografi ini kumpul dan mencari ide.

"Kami juga tengah mengerjakan festival film yang diadakan Telkomsel. Ada tantangan membuat Film pendek 5 menit. Doakan ya," ucap Fauzi.

Sekolah sebenarnya sudah mempunyai lembaga extrakurikuler film itu sejak 2003.

Namun hingga sekarang belum ada studio. Para siswa itu menuturkan kepada surya bahwa ada keasyikan sendiri saat membuat film.

Apalagi di era sekarang mereka rajin membuat model trailer atau vlog di medsos.

Begitu juga di Instagram dan YouTube. Namun ini untuk film dengan tujuan mengekspresikan karya dan hanya untuk Fun.

"Kalau untuk film dengan tujuan serius dan festival atau kompetisi, mereka totalitas dan tidak Diunggah di Medsos. Bahkan mereka harus menyeleksi semua siswa di SMAMDA untuk dijadikan pemeran utama," kata Habibah yang mahasiswa Kedokteran Hewan Unair.

Ekstrakurikuler sinematografi SMAMDA lumayan tinggi peminatnya. Ada 17 siswa yang saat ini aktif di ekstra ini.

Setiap Sabtu mereka beraktivitas. Mulai dari teori dasar hingga pengambilan angel kamera dan menulis ide cerita. 

"Jika tak ada lomba film, kami putar kembali film bersama-sama dan di bahas bersama. Tapi percayalah tiap tahun bahkan tiap bulan pasti ada kompetisi film," kata Habibah.

Dalam mendukung kreativitas anak-anak sekolah tak memberi Anggaran khusus. Lembaga ini mempercayakan kepada anak-anak. Mereka ternyata punya dana khas yang cukup. 

Setiap hasil menang kompetisi film akan disimpan.

Selain untuk operasional ekstra juga untuk kebutuhan mereka membuat film berikutnya. Setiap ikut lomba target mereka harus mendapat pemghargaan apa pun.

Misalnya untuk membuat film pendek Jepang, tim hanya menghabiskan uang Rp 200.000. Semua diambil dari dana kas.

Untuk menghemat pengeluaran, mereka mengambil aktor dan pemeran utama dari siswa SMAMDA sendiri atau keluarga mereka

Sumber: Surya
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas