Kecewa dengan Pelaksanaan POR Korpri, Puluhan Kades di Sleman Lepas Baju Korpri
Puluhan kepala desa (Kades) di Sleman yang tergabung dalam paguyuban kepala desa se-Kabupaten Sleman yaitu Manikmoyo menyampaikan aspirasinya
Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM, SLEMAN - Puluhan kepala desa (Kades) di Sleman yang tergabung dalam paguyuban kepala desa se-Kabupaten Sleman yaitu Manikmoyo menyampaikan aspirasinya kepada Bupati Sleman di Pendopo Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sleman, Jumat (10/11/2017).
Dalam aksinya tersebut, para pemimpin-pemimpin desa tersebut menanggalkan baju Korps Pegawai Negeri (Korpri) yang mereka kenakan.
Sebelumnya, puluhan kades tersebut juga melakukan long march dari lapangan Pemkab menuju Pendopo Pemkab Sleman.
Baca: Ke Puskesmas Bukan untuk Berobat, Tapi Justru Ini yang Dilakukan Pria Ini, Diluar Dugaan
Aksi tersebut merupakan buntut dari tidak dilibatkannya kades dalam Pekan Olahraga (POR) Korpri dengan alasan tidak memiliki nomor induk pegawai (NIP), serta tidak mengikuti iuran.
Selain itu, para kades tersebut kecewa karena Kades Donokerto, Turi mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan dari seorang pejabat terkait persoalan parkir POR Korpri di desanya.
Puluhan kades tersebut juga menuntut Pemkab Sleman mendorong pelaksanaan UU nomor 6 tentang Desa sesuai asas dan prinsip.
R Waluyo Jati, Kades Donokerto menjelaskan pada tahun-tahun sebelumnya para kades selalu dilibatkan dalam POR Korpri.
Baca: Miris! Siswi Berjilbab Ini Tendang Helm dan Maki-maki Polisi Saat Ditilang, Lihat Viedonya
Namun tahun ini mereka tidak dilibatkan, padahal Jati menjelaskan sebagai pemimpin desa, rekan-rekannya telah mengabdi semaksimal mungkin.
"Nggak boleh ikut karena tidak iuran, padahal kita siap iuran. Keputusan tidak melalui surat hanya kecamatan," jelasnya.
"Kenapa kita hanya suruh upacara saja tapi kenapa ada event tidak dilibatkan," timpalnya.
Kades Donokerto tersebut juga merasa nama baiknya tercemar karena sikap arogan salah seorang pejabat.
Jati menceritakan, kejadian bermula ketika gedung olahraga di desanya digunakan sebagai tempat POR Korpri cabang bulutangkis pada 17-20 Oktober lalu.
Melihat banyaknya pengunjung, ia berinisiatif menarik retribusi parkir Rp2 ribu untuk motor dan Rp5 ribu untuk mobil di halaman kantor desa.
Uang hasil retribusi tersebut menurutnya untuk penghasilan Linmas yang menjaga parkir tersebut serta demi kenyamanan peserta POR Korpri.
Namun, pada suatu hari ada seorang pejabat menggunakan mobil dinas plat merah dengan nomor polisi dua digit parkir di tempat tersebut.
Pejabat tersebut saat itu, membayar parkir senilai Rp2 ribu.
"Bayar Rp2 ribu, sama Linmas dikembalikan 'nggak usah pak bawa saja' begitu Linmasnya bilang. Tapi pejabat itu malah marah-marah. Kenapa nggak ke saya langsung marahnya," terangnya.
Tak cukup sampai di situ, Jati menjelaskan kejadian tersebut kemudian viral di sebuah grup WA lingkungan Pemkab Sleman.
"Meski tidak menyebut pungli, tapi saya merasa ada indikasi arah ke sana (pungli) yang ditujukan ke saya," terangnya.
Jati beranggapan bahwa yang diatur oleh kabupaten adalah parkir jalan raya dan aset daerah, sedangkan halaman kantor desa merupakan aset desa yang menjadi pemasukan bagi desa.
"Klarifikasi dari pejabat bersangkutan kepada seluruh kepala desa maksimal sampai Rabu besok. Secara langsung, tidak melalui SMS atau surat," tegasnya.
Sementara itu, Sekretaris Daerah (Sekda) Kabipaten Sleman Sumadi yang menemui para kades menjelaskan bahwa Bupati Sleman sedang ada dinas di luar sehingga ia yang menemui para kades.
Sumadi pun menegaskan akan memberi peringatan kepada pejabat yang bersangkutan.
"Saya sebagai Ketua Korpri Sleman akan melakukan pembinaan secara personal," terangnya. (*)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.