Catur Wahyu, Tentara yang Kehilangan Satu Kakinya Tetap Bertahan di Lokasi Banjir
Prajurit yang kehilangan satu kakinya pasca-kerusuhan di Ambon 1999 silam itu tetap berjalan tanpa mengeluh sedikit pun.
Editor: Dewi Agustina
![Catur Wahyu, Tentara yang Kehilangan Satu Kakinya Tetap Bertahan di Lokasi Banjir](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/korban-banjir-catur-wahyu_20171119_110715.jpg)
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Yudha Maulana
TRIBUNNEWS.COM, DAYEUHKOLOT – Catur Wahyu (49), warga Kampung Bolero RT 01/08, Desa dan Kecamatan Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung, harus berjalan perlahan menerjang banjir setinggi lutut saat menuju rumahnya yang berada di ujung gang.
Prajurit yang kehilangan satu kakinya pasca-kerusuhan di Ambon 1999 silam itu tetap berjalan tanpa mengeluh sedikit pun mengenai situasi dan kondisinya yang tetap bertahan bersama keluarganya di tengah kepungan banjir.
"Aktivitas sekarang memang terhambat, ditambah listrik mati selama tiga hari ke belakang, transportasi juga lumpuh di sini karena banjir di Jalan Raya Dayeuhkolot atau Moch Toha," ujar Catur yang berpangkat sersan mayor di kediamannya, Sabtu (18/11/2017).
Baca: Terungkap Alasan Sejumlah WNI Minta Visa Suaka ke Jepang
Kepada Tribun Jabar, Catur mengatakan sebenarnya ingin pindah mengingat istri dan keempat anaknya.
Sementara sejumlah warga Kampung Bolero di RW 20 membuat “rumah saung” di atas tanggul Sungai Citarum yang relatif lebih aman dari sergapan banjir.
Di Desa Dayeuhkolot, sebanyak 1.599 rumah terendam, berikut tujuh gedung fasilitas umum, tujuh gedung sekolah dan 15 tempat ibadah.
Baca: Ketatnya Pengamanan Setya Novanto ketika Dirawat di RSCM, Wartawan pun Tak Boleh Pipis di RS
Di Baleendah pun warga Kampung Cikarees terpaksa mengungsi di POM bensin untuk menghindari banjir yang melanda rumah mereka sejak Kamis (10/11/2017) lalu.
Warga yang terdiri dari 14 kepala keluarga (KK) yang tinggal di sana mengeluhkan minimnya bantuan yang datang dari pemerintah.