Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Mengharukan, Siswa SD Belajar di Mushala Karena Sekolah Ambruk

Ruang kelas 2 SDN Sabagi yang ada di blok Sabagi 2 itu ambruk karena kayu-kayunya tak kuat menahan beban akibat sudah keropos.

Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Mengharukan, Siswa SD Belajar di Mushala Karena Sekolah Ambruk
TRIBUNJABAR.CO.ID/SELI ANDINA MIRANTI
Murid SDN Sabagi melihat kondisi ruang kelas mereka yang roboh, Selasa (2/1/2018). 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Deddi Rustandi

TRIBUNNEWS.COM, SUMEDANG – Hari pertama masuk sekolah untuk semester genap, murid kelas 3 SDN Sabagi, Desa Ciherang, Kecamatan Sumedang Selatan harus mendapat ruang kelas mereka ambruk, Selasa (2/1/2018).

Ruang kelas 2 SDN Sabagi yang ada di blok Sabagi 2 itu ambruk karena kayu-kayunya tak kuat menahan beban akibat sudah keropos.

“Selain ruang kelas 3 yang ambruk, ruangan yang dijadikan gudang dan ada di samping ruang kelas 3 juga roboh. Ruang bekas kelas 5 kami jadikan gudang karena sudah sangat lapuk dan takut roboh,” kata Dudung (51) salah seorang guru SD Sabagi sambil menunjukan ruang kelas yang ambruk, Selasa (2/1/2018).

Baca: Sadis, Lelaki Pontianak Ini Bunuh Sang Mantan Saat Tidur, Berikut Fakta-faktanya

Baca: Biadab, Suami Siri Bunuh Riska Lalu Mayatnya Dikubur di Samping Kali dan Kondisi Tanpa Busana

Ia menyebutkan sudah lama ruangan kelas yang sebelumnya dipakai kelas 5 tak digunakan untuk kegiatan belajar mengajar karena sudah lapuk sehingga dijadikan gudang.

Berita Rekomendasi

“Kelas tiga dan kelas dua yang berdampingan juga sudah lapuk, plapon terlepas tapi masih digunakan karena tak ada ruangan lagi,” katanya.

Sampai akhirnya saat menjelang pergantian tahun setelah sebelumnya hujan lebat mengguyur kawasan Sabagi, Minggu (31/12/2017) malam, ruang kelas 3 dan gudang itu roboh menepati janji karena sudah lapuk.

“Senin (1/1/2018), kami ke sekolah untuk membersihkan ruang kelas karena selama dua minggu liburan semester ganjil. Ternyata ruang kelas tiga dan gudang sudah ambruk,” kata Dudung.

Sekolah SD yang dibangun sejak 1961 itu dilakukan renovasi pada tahun 1995 dan sampai saat ini tak pernah ada lagi perbaikan di sekolah yang ada di puncak bukit Sabagi ini.

“Sejak renovasi tahun 1995 tak ada lagi perbaikan walaupun bangunan sekolah sudah banyak yang rapuh,” katanya.

Apalagi, terang dia, setelah bangunan sekolah ini masuk rencana proyek tol dan harus direlokasi sejak 2010 lalu membuat pengajuan perbaikan fisik bangunan sekolah selalu ditolak.

“Kami sudah mengajukan perbaikan ruang kelas yang rusak dan mengancam kegiatan belajar mengajar tapi sellau ditolak dengan alasan sekolah akan dipindahkan direlokasi karena terkena tol,” kata Dadang Budiman, Kepala SDN Sabagi.

Untuk menghindari kelas lain ambruk, ruang kelas 2 yang ada disamping ruangan yang ambruk dikosongkan.

Murid kelas 2 yang berjumlah 16 orang itu terpaksa belajar di mushola yang ada di halaman depan sekolah.

“Sedangkan murid kelas tiga yang berjumlah 19 orang belajarnya di ruang perpustakaan,” kata Dudung.

Guru yang sudah lama mengajar di SD Sabagi dan tinggal di blok Sabagi 3 ini menunjukan ruang kelas 2 yang juga sudah lauk dan tinggal menunggu ambruk.

“Ruang kelas tiga yang ambruk itu sebelumnya sepeti bangunan ruang kelas 2 ini. Lihat saja kayu-kayu atapnya sudah lapuk, plapon terlepas. Makanya kami memindahkan murid kelas dua belajar di mushola,” katanya.

Bangunan SDN Sabagi ini menjadi satu-satunya bangunan yang tersisa karena rumah milik warga yang ada di sekitar proyek tol ini sudah dibongkar dan mereka pindah.

Selain itu bangunan SDN Sabagi ini menempel dengan bangunan TK dan juga kantor Desa Sabagi.

Bangunan sekolah dan kantor Desa Sabagi ini masih bertahan karena sampai saat ini belum ada lahan yang dibebaskan Pemkab Sumedang untuk dibangun sekolah dan kantor desa. Padahal lahan ini sudah dibebaskan proyek tok Cisumdawu.

Belajar di Musala

Murid kelas 2 SDN Sabagi yang berjumlah 16 orang harus belajar tanpa meja dan bangku.

Mereka belajar duduk bersila beralaskan karpet hijau dan sajadah di musala depan sekolah.

Papan tulis dipasang diatas kursi.

Murid kelas 2 SDN Sabagi harus belajar sampai pukul sembilan sampai jam istirahat dan setelah itu pulang.
Saat jam istirahat, murid sekolah itu gotong royong mengangkut meja dan kursi ke musala.

“Bangunan musala ini dipakai untuk kegiatan belajar mengajar supaya murid tidak duduk dilantai maka bangku dan kursi dari ruang kelas 2 dipindahkan,” kata Dudung.

Sekolah yang dibangun sejak 1961 ini saat ini dihuni 125 murid.

“Murid yang masih ada dan belajar di sekolah ini ada 125 murid ada juga yang pindah ke sekolah lain karena ikut orangtuanya yang pindah karena rumah mereka tergusur proyek tol,” kata Dudung.

Saat murid dan guru sibuk memindahkan bangku dan kursi, datang seorang ibu orangtua murid yang membawa raport dan mengurus kepindahan anaknya.

“Saya pindah ke Cimanglid, Desa Pasirbiru, Kecamatan Rancakalong dan anak sekolah disana. Rumah di sini dibongkar karena kena proyek jalan tol,” kata salah satu orangtua murid.

Guru yang menerimanya, meminta anaknya tetap saja sekolah di SDN Sabagi sambil menunggu proses administrasi karena pindah sekolah antar kecamatan.

“Anaknya tetap saja sejolah disini bu ya sambil menunggu proses pindah. Nanti kalau sudah pasti tempat sekolahnya, baru pindah,” kata seorang guru.

Dudung menyebutkan untuk semester genap tahun 2018 ini ada satu murid yang pindah tapi ada juga yang masuk.

“Ada yang pindah tapi ada yang masuk dari Bogor dan bersekolah disini,” katanya.

Pemkab Tak Mengajukan Anggaran untuk Pembebasan Lahan

Bangunan SDN Sabagi seharusnya sudah pindah menempati lokasi baru.

Pihak sekolah dan Desa Ciherang sudah merencanakan SD yang dibangun tahun 1961 ini pindah ke blok Sabagi 3 yang berjarak sekitar 500 meter dari bangunan sekarang.

“Kami sudah merencanakan dan mengajukan pindah ke Sabagi 3 untuk relokasi sekolah ini. Jaraknya tak terlalu jauh hanya 500 meter saja. Namun katanya harga tanah belum cocok sehingga sampai saat ini belum ada kejelasan,” kata Dudung, guru yang juga tinggal di Sabagi ini.

SDN Sabagi sendiri menempati lahan tanah aset Desa Ciherang seluas 4.865 meter persegi dan sudah dibebaskan proyek Tol Cisumdawu.

Proyek pembebasan jalan tol dimulai 2010, bangunan dan tanah warga termasuk tanah dan bangunan aset pemerintah didata dan mendapat ganti.

Warga yang tanah dan bangunannya sudah mendapat ganti rugi dibongkar dan pindah.

Namun tidak demikian dengan bangunan SDN Sabagi yang belum pindah karena Pemkab Sumedang tak kunjung membebaskan tanah untuk bangunan sekolah.

Bukan hanya SDN Sabagi yang nasibnya tak jelas karena ada di proyek tol dan harus direlokasi namun belum pindah karena Pemkab Sumedang belum membebaskan lahan.

Di proyek tol Cisumdawu trase II dari Tanjungsari-Sumedang ini ada empat SD yang harus direlokasi.

Selain SDN Sabagi juga ada SDN Cijolang di Desa Margaluyu, Tanjungsari kemudian SDN Sukamulya di Desa Sirnamulya, dan SDN Sukawening, Desa Mekarjaya di Kecataman Sumedang Selatan. Empat bangunan SD itu msih digunakan kegiatan belajar mengajar.

APBD tahun 2016 sempat mengalokasikan anggaran untuk pembebasan lahan sekolah yang terkena tol namun tak terserap karena pemkab belum sepakat dengan harga tanah.

Tahun 2017, APBD tak mengalokasikan anggaran untuk pembebasan lahan relokasi sekolah termasuk dalam APBD 2018 ini.

“Saya juga kecewa, untuk pembebasan lahan sekolah SD yang terkena tol tak dialokasikan. Sudah dua tahun diajukan tapi tak kunjung ada. Tahun ini juga tak ada lagi. Saya sangat kecewa,” kata Sonson Nurikhsan, Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) saat dihubungi melalui sambungan telepon, Selasa (2/1/2018).

Ia mengaku bangunan sekolah yang terkena proyek jalan sudah sangat memprihatinkan dan tak bisa direnovasi karena harus direlokasi.

“Kewenangan pengadaan dan pembebasan lahan sekolah bukan di Disdik dan kami 'mengintip' dalam APBD ternyata tak lagi dianggarkan. Tahun 2016 sempat dialokasikan di APBD tapi tak terserap,” kata Sonson.

Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPRD Sumedang, Atang Setiawan menyebutkan dalam APBD 2018 tak ada pengajuan anggaran untuk pembebasan lahan SD yang terkena jalan tol.

“Tahun 2016 ada pengajuan dari pemerintah dan oleh Banggar DPRD disetujui namun ternyata tak terserap. Tahun 2017 tak ada pengajuan dari emerintah termasuk tahun 2018,” kata Atang saat dihubungi melalui sambungan telepon, Selasa (2/1/2018) malam.

Sumber: Tribun Jabar
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas