Cerita Petugas Lapas Nusakambangan 'Diganggu' Noni Belanda hingga Bertemu Penampakan
Saat berjaga di pos tiga, ia pun pernah merasa tiba-tiba pos jaga bergetar hebat, laiknya diguncang gempa besar.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, NUSAKAMBANGAN - Selain ketatnya sistem pengamanan, banyak kisah menarik bertebaran di seputar Lapas Kelas I Batu, Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah.
Satu di antaranya adalah kisah mistis yang sering dialami para petugas jaga.
Seorang petugas di Lapas Batu, Taufik mengatakan, terdapat empat menara pos jaga di setiap sudut komplek itu.
Menurut dia, setiap pos jaga mempunyai kisah mistis tersendiri.
"Di pos satu, tak jarang petugas melihat penampakan kuntilanak, sementara di pos dua ada berbagai macam. Misalnya, alunan suara gamelan, lalu sesosok bertubuh tinggi besar," ucapnya, kepada Tribun Jateng, baru-baru ini.
Baca: Pramugari Kereta Api Kaget Tiba-tiba Kamar Kosnya Diketuk Petugas Satpol PP
Sedangkan di pos tiga, kata Taufik, petugas acap kali merasakan ada getaran dahsyat, seperti sedang terjadi gempa bumi.
Lalu, yang paling menarik adalah adanya noni Belanda yang cantik jelita di pos empat.
"Petugas yang tertidur saat berjaga di pos empat, hampir bisa dipastikan mimpi bertemu dan berinteraksi dengan noni Belanda yang cantik jelita," ucap pria yang telah bertugas di Nusakambangan sejak tahun 2000 itu, sembari terkekeh.
Ia pun mengaku pernah mengalami mimpi bertemu dengan noni Belanda itu saat bertugas jaga di pos empat.
Saat berjaga di pos tiga, ia pun pernah merasa tiba-tiba pos jaga bergetar hebat, laiknya diguncang gempa besar.
"Dulu, di pos satu pernah ada petugas yang sampai loncat, saking takutnya lihat penampakan kuntilanak. Yang mengalami bukan saya, itu terjadi sekitar 1995-an," cerita penggemar dan kolektor batu akik tersebut.
Baca: Mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo Lebih dari Layak Dicalonkan Jadi Gubernur Jateng
Dari yang dirasakannya selama ini, Taufik menuturkan, yang melihat penampakan atau diganggu makhluk dari dunia lain adalah petugas yang sedang lalai saat berjaga.
"Kalau kami jaganya bener, gak tidur atau gak lalai, ya gak dilihatin hal-hal begituan. Pengalaman saya, saat diganggu begitu saya sedang lalai saat tugas, semisal pas jaga malah keasyikan main hp, melamun, atau tak fokus dalam bertugas," terangnya.
Senada disampaikan petugas lain, Joko.
Menurut dia, kejadian-kejadian tak lumrah sudah menjadi hal biasa bagi petugas yang ada di Nusakambangan.
"Yang namanya penjara, hal-hal seperti itu sudah lazim. Apalagi ini di Nusakambangan," ujar pria asal Klaten yang sudah belasan tahun bertugas.
Dia menceritakan, pernah suatu ketika saat bertugas malam melihat sesosok seperti manusia berjalan melewatinya.
Tak lama kemudian, sosok tersebut berjalan menembus tembok dan sel.
"Sosoknya jelas, tapi saya gak tahu siapa dia, terus ngilang menembus sel," paparnya.
Baca: Ibu yang Sekap Tiga Anak Kandungnya Kini Dirawat di RSJ Lawang
Potensi Terpendam
Petugas Lapas Batu, Taufik kembali berbagi pengalaman setelah 18 tahun mengabdi sebagai sipir di Nusakambangan.
Menurut dia, 'pulau penjara' itu banyak memiliki potensi terpendam, khususnya dari segi sumber daya alam.
Seperti pohon plalar yang hanya berbunga lima tahun sekali hingga batu tumpang.
Di tangan kreatifnya, kekayaan alam itu dimanfaatkan untuk bisa memberikan penghasilan tambahan.
Di masa booming batu akik beberapa waktu lalu, pria yang sudah bekerja sebagai sipir Lapas Batu sejak usia 23 tahun itu mengaku bisa meraup keuntungan puluhan juta rupiah lewat menjual batu akik tumpang bulu hanoman.
Bahkan, dari situ ia bisa membangun rumah di Pulau Nusakambangan.
"Surat SK kerja saya buat beli tanah, nah proses pembangunannya sampai jadi lewat hasil jual batu akik," tutur warga Desa Limbangan, Nusakambangan, yang saat itu ditemui sedang duduk di pos penjagaan pintu masuk Lapas Batu seraya menghisap rokok.
Saat itu, batu akik ukuran kecil atau sekitar 1 sentimeter dijual dengan harga Rp 500 ribu.
Padahal jika belum jadi, harga batu hanya Rp 3 ribu.
Supaya memiliki nilai jual tinggi, strategi pemasaran awalnya dengan memberikan batu akik cuma-cuma kepada pejabat daerah setempat.
Dari situ, lapak batu akik bernama Thomsonite miliknya mulai kebanjiran permintaan, baik dari lingkungan Pulau Nusakambangan hingga daerah luar.
"Karena biasanya kalau pimpinan pakai, anak buah pada ikutan. Paling murah Rp 500 ribu, paling mahal pernah ada yang beli sampai belasan juta rupiah," imbuhnya.
Taufik mengungkapkan, batu akik Tumpang memiliki keunikan.
Selain motifnya yang cantik, ketika disentuh motif di dalamnya seolah-olah bisa bergerak, atau sering disebut batu touchscreen.
Kini seiring meredupnya pasar batu akik, permintaan mulai berkurang dan harga jualnya pun anjlok.
Tetapi, pria asli kelahiran Pulau Nusakambangan itu tidak mempersoalkannya, sebab paling tidak dirinya pernah merasakan hasil dari menjual batu akik.
Selain itu, bapak empat orang anak itu juga mempunyai usaha sampingan lain, seperti membuat lukisan seputar Nusakambangan, hingga menghasilkan kerajinan minuatur kapal layar dari limbah pohon plalar. (tribunjateng/cetak/tim lipsus)