Ini Kata Pengamat soal Dukungan Bara JP kepada Khofifah di Pilgub Jatim
Langkah presiden tidak berpihak pada pasangan manapun juga disebut sudah sesuai dengan regulasi dan sikap netralitas sebuah lembaga negara.
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Deklarasi dukungan Bara JP (Barisan Relawan Jokowi for Presiden) pada Sabtu (3/3) lalu, diduga jadi sinyal kuat pemilih loyalis Joko Widodo di Jawa Timur akan tertuju untuk pasangan calon Gubernur-Wakil Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa-Emil Elistianto Dardak.
Hal tersebut disampaikan Pengamat Politik Universitas Airlangga (Unair), Airlangga Pribadi Kusman, Senin (5/3/2018).
Langkah presiden tidak berpihak pada pasangan manapun juga disebut sudah sesuai dengan regulasi dan sikap netralitas sebuah lembaga negara.
Baca: Khofifah Dapat Dukungan Bara JP: Malam Mingguan hingga Nyanyi Bareng Lagu Slank di Batu
"Presiden sudah benar tidak menyatakan diri berpihak pada salah satu paslon secara langsung, namun masuknya Bara JP ke kubu Khofifah adalah sinyal kuat bagi dukungan kekuatan sosial presiden ke kubu khofifah," jelasnya.
Sebaliknya, pernyataan Ketua Tim Pemenangan, Ahmad Basarah bahwa Presiden mendukung salah satu calon disebut mencoreng citra lembaga tertinggi negara di mata masyarakat. Dalam Pilkada suara dukungan mutlak dari masyarakat tanpa intervensi dari lembaga negara.
"Menyatakan secara terbuka dukungan presiden terhadap kandidat pada saat kampanye itu statemen tidak elok. Itu adalah pernyataan untuk downgrading presiden, seperti menyatakan kepada publik bahwa presiden intervensi dalam momen pilgub yang seharusnya menghormati suara rakyat," terang Airlangga.
Masa kampanye, Doktor dari Murdoch University Australia ini menjelaskan, adalah momen setiap pasangan meraih simpati masyarakat dengan adu program setiap pasangan.
"Sekarang adalah momen kampanye saatnya meraih hati dan pikiran rakyat dengan kekuatan visi misi dan kapasitas elite," ucapnya.
Bahkan, pernyataan tim pasangan Gus Ipul-Puti soal dukungan dari presiden membuktikan lemahnya kompetensi kandidat dan tim untuk meraih simpati masyarakat. Selain itu, hal tersebut menunjukkan tidak layaknya seorang kandidat tampil sebagai pemimpin Jawa Timur.
"Ketergantungan kandidat terhadap dukungan presiden memperlihatkan lemahnya confident dari calon tersebut terhadap kekuatan konsepsi dan kapasitas dari pasangan maupun tim untuk mandiri dalam merebut hati dan pikiran konstituen," pungkasnya.