Agus Rahardjo : Calon yang Kasih Uang akan Merampok APBN
Agus Rahardjo mengimbau untuk menghindari praktek money politic dalam Pilkada Bangkalan
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Surya Malang / Ahmad Faisol
TRIBUNNEWS.COM, BANGKALAN - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo didapuk sebagai pemateri dalam seminar bertajuk "Pencegahan Korupsi melalui Peran Pondok Pesantren" di Ponpes Syaichona Cholil, Kelurahan Demangan, Kabupaten Bangkalan, Madura, Sabtu (31/3/2018).
Seminar anti korupsi itu merupakan rangkaian dari Musyawarah Bersama (Mubes) I Alumni dan Simpatisan Ponpes Syaichona Cholil yang digelar hingga besok, Minggu (1/4/2018).
Di hadapan ribuan santri, alumni, dan unsur Forum Pimpinana Daerah Kabupaten Bangkalan, Agus Rahardjo mengimbau untuk menghindari praktek money politic dalam Pilkada Bangkalan.
"Jangan pilih calon yang ngasih uang. Uangnya sedikit tapi ia akan rampok uang rakyat di APBN selama 5 tahun ke depan," ungkap Agus disambut riuh tepuk tangan.
Bangkalan akan menggelar Pemilihan Kepala Daerah serentak bersama 18 kabupaten/kota di Jatim termasuk Pilgub Jatim pada 27 Juni 2018.
Menurutnya, tugas KPK sejatinya tak jauh beda dengan tugas ponpes dalam melakukan pembinaan dan pendampingan.
Baca: Viral Undangan Pernikahan Pasangan Pengantin Anies-Jokowi di Madura, Ini Kata sang Mempelai
Namun bedanya, para 'santri' KPK yang tidak taat tidak hanya mendapat teguran tapi juga mendapatkan sanksi berupa hukuman penjara.
"Banyak yang kami bimbing, mereka taat dan patuh. Bahkan tanda tangan pakta integritas. Tapi besoknya ditangkap," tegasnya.
Sebuah buku bergambar Pangeran Diponegoro menampar wajah Patih Danurejo IV Gusti Kanjeng Pangeran Joko Hadiyosodiningrat, dijadikan Agus sebagai bahan refleksi bahwa korupsi telah terjadi sejak sebelum Indonesia merdeka.
Buku Babad Pangeran Diponegoro karya penulis Inggris, Peter Brian Ramsay Carey itu menceritakan penyalahgunaan kewenangan Patih Danurejo IV dalam memimpin Pengadilan Sipil di era 1820.
Terjadinya Perang Jawa bukan dipicu oleh perampasan tanah milik Pangeran Diponegoro. Melainkan karena keputusan Patih Danurejo IV yang selalu memenangkan perkara bagi siapa pun yang membayar upeti dan perempuan.
Agus menjelaskan, perilaku koruptif itulah yang menjadi alasan Pangeran Diponegoro murka hingga menampar wajah Patih Danurejo IV.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.