Masyarakat Menggeluh Praktik Pungli di Pasar Batang
Pemkab Batang dan instansi terkait tengah gencar-gencarnya mensosialisasikan Perda terkait retribusi parkir dan gerakan anti Pungli.
Editor: Sugiyarto
Laporan Wartawan Tribun Jateng, Budi Susanto
TRIBUNNEWS.COM, BATANG - Pemkab Batang dan instansi terkait tengah gencar-gencarnya mensosialisasikan Perda terkait retribusi parkir dan gerakan anti Pungli.
Namun praktik Pungutan liar (Pungli) tersebut masih terjadi.
Diketahui Perda terkait retribusi parkir sudah berlaku Januari lalu dengan tarif Rp 1 ribu untuk sepeda motor dan Rp 2 ribu untuk roda empat, dan semua tempat parkir yang dikelola Pemkab harus mempunyai karcis untuk bukti pembayaran.
Namun praktik pungli masih terjadi di kawasan Pasar Batang, hal tersebut diakui oleh Suryati (55) warga Petodan Tengah Kecamatan Batang, ia menerangkan tiap kali ia memarkir kendaraan tak pernah diberikan karcis parkir.
"Apa tidak pungli namanya kalau tidak ada karcisnya, wong ya sudah pernah diperingatkan oleh dinas dan pihak berwajib masih saja tidak diberikan," ujarnya saat dtemui Tribun Jateng di Pasar Batang, Selasa (2/4/2018).
Wanita 55 tahun tersebut mengaku jika meminta karcis ke juru parkir terkadang habis.
"Ya walaupun Rp 1 ribu tapi kalau yang parkir 200 orang ya sama saja, bukan nominal yang saya pertanyakan, tapi bukti pembayaran," paparnya.
Suryati yang setiap hari berbelanja ke pasar, manambahkan setiap menyindir para juru parkir selalu dibalas keluhan.
"Saking gemesnya saya kadang menyindir juru parkir, tapi mereka mengeluh pemasukan sedikit, setiap pagi saja parkiran sekitar pasar penuh bisa mengeluh, kalau tidak ada karcis berarti uangnya diambil sendiri kan, beda kalau ada karcis pasti masuk ke Pemda," kata Suryati.
Sementara itu seorang juru parkir di kawasan Pasar Batang, sebut saja WD mengakui jika karcis parkir sengaja tidak ia berikan ke orang yang memarkirkan kendaraan.
"Sekarang kalau kami tidak melakukan hal tersebut, kami tidak dapat apa-apa hanya kerja bakti saja, wong tiap hari dan bulan kami selalu setoran," terangnya.
Ia mengatakan sebenarnya diberikan karcis 200 lembar tiap harinya, namun karena retribusi tidak sebanding dengan pemasukan ia berbuat hal tersebut.
"Kalau kami digaji minimal UMK kami mau menggunkan karcis, kalau tidak ya lebih baik kami nakal, " imbuhnya.
Dipaparkanya ia harus merogoh kocek di bawah Rp 1 juta untuk menebus lahan parkir, dan harus menyetor keoknum Rp 7-10 ribu setiap hari.
"Ada uang panjer untuk menempati lahan parkir nominalnya di bawah Rp 1 juta, kalau setor bulannan Rp 150 ribu, tapi beda lokasi beda jumlah setoran, jika sekitar pasar yang ramai setoran bisa Rp 400-600 ribu," bebernya.
WD menerangkan selain lokasi parkir di dalam pagar pasar, ada lokasi lainnya yang berada di luar pagar pasar.
"Kalau di dalam sudah ada pengelola, tapi di luar dibagi lima lokasi yang mengelilingi pasar, selama ini tidak memakai karcis juga tidak apa-apa tidak ada yang menegur, yang penting kami setor, tapi jam tetap ada kesepakatan, kalau saya dari pukul 10.00 WIB sampai 17.00 WIB untuk pagi ada lagi," katanya.(*)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.