Siswa Dusun Damma Pertaruhkan Nyawa Demi Sekolah
Jiika ingin ke sekolah mereka harus menyeberangi sungai yang memiliki kedalaman sampai leher orang dewasa dan arusnya cukup deras.
Editor: Hendra Gunawan
![Siswa Dusun Damma Pertaruhkan Nyawa Demi Sekolah](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/siswi-smp-di-dusun-damma-desa-bonto-matinggi-kecamatan-tompobulu_20180408_204520.jpg)
Laporan Wartawan Tribun Timur, Ansar Lempe
TRIBUNNEWS.COM, MAROS - Puluhan siswa SD dan SMP di Dusun Damma, Desa Bonto Matinggi, Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan terpaksa mempertaruhkan nyawanya demi mengejar cita-cita.
Setiap hari, jika ingin ke sekolah mereka harus menyeberangi sungai yang memiliki kedalaman sampai leher orang dewasa dan arusnya cukup deras.
Baca: Jejak Kompol Fahrizal, Wakapolres Yang Karirnya Moncer Tapi Berakhir Tragis
Mereka tidak memiliki pilihan lain, lantaran tidak ada lagi akses kecuali menyerang sungai. Jembatan yang dibangun sejak 2015 tak kunjung rampung sampai sekarang.
Selain siswa, orangtua juga ikut merasakan dampak tidak adanya jembatan. Orangtua mengantar anaknya untuk menyeberang sungai dengan menggunakan ban bekas.
Saat hujan deras dan air sungai meluap, siswa terpaksa meliburkan diri. Sungai tidak bisa lagi diseberangi. Orangtua juga tidak mau mengambil resiko yang mengancam keselamatannya dan anaknya.
Warga setempat, Abdullah, Jumat (8/4/2018) mengatakan, pembanguan jembatan dengan menggunakan ADD tersebut terbengkalai. Padahal pekerja sudah membangun tiang di tepi sungai.
"Nyawa warga di sini setiap hari terancam saat menyebarangi sungai. Selama ini, tidak pernah ada jembatan. Kalau warga mau keluar, harus menyeberang sungai. Tidak ada pilihan lain. Ini akses satu-satunya," katanya.
Kondisi tidak adanya jembatan, sudah menewaskan seorang warga. Beberapa tahun lalu, seorang ibu bersama dua anaknya menyeberang sungai itu. Namun tiba-tiba hanyut karena tidak bisa menahan derasnya air.
Korban baru ditemukan saat sudah meniggal. Selain itu, seorang warga lainnya yang telah meninggal dunia tidak disalatkan. Hal itu disebabkan, tidak adanya ustad yang berani datang karena kondisi air deras.
Warga heran, jembatan tersebut tidak kunjung rampung. Padahal sungai sudah beberapa kali menelan korban. Beberapa kali warga terisolir karena kondisi air yang pasang atau deras.
Menurutnya, hanya ada satu ban yang digunakan siswa untuk menyeberang sungai. Hal itu membuat orangtua, harus bolak balik menjemput.
Kadang, jiwa waktu jam masuk belajar sudah terdesak, siswa memilih berenang sambari membawa tasnya dengan cara mengangkat satu tangan. Beberapa siswa terseret arus, namun kembali diselamatkan oleh orang dewasa.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.