Di Lokasi Sumur MInyak yang Terbakar Kini Muncul Semburan Air Lumpur Setinggi 4 Meter
Setelah semburan air lumpur habis, biasanya dari sumur minyak yang meledak, akan mengeluarkan gas sulfida dan CO
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Serambi Indonesia Herianto
TRIBUNNEWS.COM, BANDA ACEH - Api yang membumbung tinggi di sumur minyak tradisional di Gampong Pasir Putih, Kecamatan Ranto Peureulak, Kabupaten Aceh Timur, sudah padam pada Kamis (26/4/2018) pagi.
Namun, Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Aceh, Ir Akmal Husen mengingatkan agar masyarakat sebaiknya menjauh dari lokasi tersebut untuk beberapa waktu.
Sebab, biasanya setelah api padam, sumur itu akan mengeluarkan air bersama gas hidrokarbon, sulfida dan CO, untuk beberapa waktu lamanya.
“Gas itu berbahaya bagi kesehatan manusia, dan masyarakat sekitar tempat kejadian perlu jaga jarak,” kata Akmal Husen kepada Serambinews.com, pukul 11.30 WIB, Kamis (26/4/2018).
Akmal yang sedang berada di lokasi ledakan sumur minyak tersebut melaporkan, semburan api dan gas memang sudah padam.
Saat ini hanya tinggal semburan air lumpur setinggi 4 meter yang bercampur gas.
Baca: Hampir 30 Jam, Api di Sumur Minyak Ilegal Aceh Berkobar
Selanjutnya, setelah semburan air lumpur habis, biasanya dari sumur minyak yang meledak, akan mengeluarkan gas sulfida dan CO.
Ini perlu diwaspadai oleh masyarakat, karena gas beracun itu, berbahaya bagi kesehatan masyarakat.
Masyarakat yang melintas di sekitar sumur gas, kata Akmal, harus menggunakan masker atau penutup mulut dan hidung yang bisa menyaring bau gas tak sedap yang keluar dari mulut sumur gas yang meledak.
Lokasi ledakan sumur migas tersebut, tambah Akmal, masih merupakan wilayah kerja pengeboran migas PT Pertamina EP Aset I Field Rantau.
Berdasarkan hasil peninjauan dan observasi tim ESDM Aceh ke lokasi kejadian, diketahui kedalaman pengeboran yang dilakukan kelompok masyarakat yang menjadi korban meninggal mencapai 258 meter.
Pengeboran migas sedalam itu, menurut Akmal, akan menemukan cekungan gas atau tumpukan-tumpukan migas yang tidak ekonomis untuk dieksploitasi untuk sebuah bisnis migas sekala menegah ke atas. Makanya lokasi itu ditinggalkan oleh Pertamina.
Tapi bagi kelompok masyarakat pencari migas secara tradisional, kata Akmal, mereka tidak memikirkan bahaya dari tindakannya.
Yang mereka pikirkan adalah bisa mendapat minyak mentah, kemudian diolah jadi berbagai jenis bahan bakar, seperti solar, minyak tanah dan bensin secara manual, lalu dijual agar dapat uang untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.