Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Nasib Guru Mulyadi Tetap Memprihatinkan Meski Telah Jabat Tangan dengan Dua Presiden

Desi adalah salah seorang anak Talang Mamak yang menamatkan pendidikannya dari salah satu Madrasah Aliyah yang ada di Kabupaten Inhu

Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Nasib Guru Mulyadi Tetap Memprihatinkan Meski Telah Jabat Tangan dengan Dua Presiden
tribunpekanbaru/bynton simanungkalit
Mulyadi mengajar anak-anak Talang Mamak di pedalaman TNBT, Inhu. 

Laporan Wartawan Tribuninhu.com Bynton Simanungkalit

TRIBUNNEWS.COM, RENGAT - Anak-anak Talang Mamak yang tinggal di dalam Taman Nasional Bukit Tiga Puluh (TNBT) pantas berbangga hati memilki sosok pengajar seperti Mulyadi.

Pria yang kini sudah lebih dari sepuluh tahun mengajar di Dusun Sahdan, Desa Rantau Langsat, Kecamatan Batang Gansal, Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu) itu bukan saja memiliki dedikasi yang tinggi, tapi juga hati yang tulus serta kemauan yang tinggi.

Laporan Tribunpekanbaru.com, Mulyadi, adalah seorang ayah tiga orang anak dan seorang suami dari istri yang setia.

Kesehariannya adalah sebagai guru di Dusun Sahdan. Sekolah tempatnya mengajar merupakan sekolah yang didirikan oleh Pusat Konservasi Harimau Sumatera (PKHS) di dalam areal TNBT.

Mulyadi sudah mengajar di sekolah itu semenjak tahun 2007 lalu.

Awal berdiri, Mulyadi memiliki 30 orang lebih anak murid. Kini ia memiliki 84 orang siswa yang dibagi ke dalam enam rombongan belajar, mulai dari kelas satu sampai kelas enam.

Berita Rekomendasi

Sekolah tempat Mulyadi mengajar hanya memiliki dua ruang.

"Satu ruang dipakai untuk tiga kelas," kata Mulyadi.

Mulyadi berkata, dirinya mengajar siswa di kelas empat, kelas lima dan kelas enam.

Sementara anak kelas satu sampai kelas tiga diajar oleh rekannya, Desi yang juga mantan anak muridnya.

Desi adalah salah seorang anak Talang Mamak yang menamatkan pendidikannya dari salah satu Madrasah Aliyah yang ada di Kabupaten Inhu.

Sebenarnya tidak hanya Desi saja mantan anak murid Mulyadi yang bisa menamatkan pendidikan sampai ke tingkat sekolah menengah atas dan bahkan sudah memiliki pekerjaan yang layak.

Seperti yang disampaikannya, sebagian anak muridnya menempuh pendidikan sampai ke Pulau Jawa atau bahkan mengajar di salah satu pesantren di sana.

"Mungkin karena mereka nyaman dengan suasana di luar, jadi mereka tidak mau kembali," katanya.

Memang kalau bicara kondisi, tidak banyak orang yang mau seperti Mulyadi yang harus meninggalkan keluarganya setiap 15 hari sekali untuk mengabdikan diri menjadi pengajar bagi anak-anak pedalaman TNBT.

Tantangan lainnya adalah akses menuju lokasi sekolah, dimana hanya bisa dilalui dengan jalan kaki atau melewati sungai. Bila ditempuh dengan jalan kaki, maka butuh waktu beberapa hari untuk bisa sampai ke lokasi sekolah.

Mulyadi mengajar anak-anak Talang Mamak di pedalaman TNBT, Inhu.
Mulyadi mengajar anak-anak Talang Mamak di pedalaman TNBT, Inhu. (Tribun Pekanbaru/Bynton Simanungkalit)

Sementara bila naik perahu maka harus mengeluarkan uang Rp 900 ribu untuk sekali perjalanan.

Beruntung PKHS masih bersedia membayar biaya perjalanan Mulyadi ke sekolah tersebut. Selain mendapat bantuan transportasi dari PKHS, Mulyadi juga mendapat uang makan sebesar Rp 500 ribu dan gaji sebesar Rp 1 juta dari PKHS.

Selain itu, Mulyadi juga menerima gaji sebagai guru bantu daerah (GBD) Propinsi sebesar Rp 1,9 juta.

Sifat idealis dan kegigihannya itu justru membuat Mulyadi mampu meraih predikat guru berdedikasi tingkat propinsi sebanyak dua kali dan bahkan mewakili Provinsi Riau untuk berlomba sebagai guru berdedikasi tingkat nasional.

Diawali pada tahun 2012 lalu, Mulyadi meraih predikat guru berdedikasi tingkat kabupaten.

Namun dirinya belum berhasil di tingkat propinsi. Kemudian pada tahun 2013 lalu, Mulyadi terpilih kembali sebagai guru berdedikasi tingkat kabupaten, dan berlanjut ke tingkat propinsi hingga akhirnya ia berangkat ke Jakarta bersaing jadi guru berdedikasi tingkat nasional.

Hal sama terulang tahun 2017 lalu, Mulyadi kembali terpilih sebagai guru berdedikasi tingkat kabupaten dan tingkat propinsi. Sekali lagi ia berangkat ke Jakarta untuk mewakili Riau.

"Pada tahun 2017 lalu, ada lima orang guru dari Inhu yang berangkat mewakili Riau," katanya.

Kesempatan yang sangat jarang bagi Mulyadi, pengajar bagi anak pedalaman berangkat ke Jakarta dan bertemu dengan Presiden Republik Indonesia.
Dua kali mewakili Provinsi Riau ke Jakarta dalam lomba guru berdedikasi, merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagi Mulyadi.

Terkhususnya ia pernah bersalaman dengan dua orang presiden berbeda periode.

Pertama dengan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun 2013 dan Presiden Joko Widodo pada tahun 2017 lalu.

Meski sudah dua kali bersalaman dengan Presiden RI, Mulyadi tetaplah seorang guru dengan status guru bantu daerah (GBD).

Ia yang sudah sepuluh tahun lewat tiga bulan mengajar di Dusun Sahdan.

Semenjak masih berstatus lajang hingga punya anak tiga, Mulyadi tetap pengajar bagi anak-anak Talang Mamak.

Masa depan cerah anak-anak Talang Mamak berada di tangan pengabdi seperti sosok Mulyadi yang ternyata hanyalah seorang lulusan Sarjana Ilmu Pemerintahan Universitas Riau itu. (*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas