Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Menatap Zona Segitiga Maluku Papua dan NTT

Komarudin yang juga Ketua Bidang Kehormatan PDI Perjuangan mengatakan bahwa terdapat dokumen yang merupakan riset sejak 800 tahun

Editor: Toni Bramantoro
zoom-in Menatap Zona Segitiga Maluku Papua dan NTT
dok pribadi
Komarudin Watubun 

TRIBUNNEWS.COM, LABUAN BAJO - No Documents, No History yang berarti, jika tidak ada dokumen, maka tidak akan ada sejarah, menjadi kekuatan dan penyemangat bagi Komarudin Watubun, SH, MH, penulis buku MALUKU : STAGING POINT RI ABAD 21 yang diterbitkan pada akhir tahun 2017 lalu.

Komarudin yang juga Ketua Bidang Kehormatan PDI Perjuangan mengatakan bahwa terdapat dokumen yang merupakan riset sejak 800 tahun tentang Maluku.

Diantaranya menyebutkan bahwa selama berabad-abad, produksi, ekstraksi, dan perdagangan rempah-rempah – lada, pala, cengkeh, kapulaga, jahe, kayu manis, merica, dan lain-lain – selalu menjadi TANDA ALAM bagi lahir dan redupnya kerajaan-kerajaan dan peradaban di dunia.

Dalam riset yang bersumber dari sejumlah bukti arkeologis dari sejumlah data baik di dalam maupun di luar negeri menyebutkan bahwa pada abad 17 pra-Masehi, sejumlah bukti arkeologis menunjukkan bahwa rempah asal Maluku telah dijual-beli di Persia.

Pada pra-Masehi mencatat kemajuan sains, filsafat, dan teknologi, ketika konsumsi rempah-rempah sangat besar. Kekaiseran Romawi pra-Masehi juga mencatat konsumsi rempah sangat besar yang dipasok dari India.

“Bahkan pada era Firaun Mesir pra-Masehi; pada masa itu, MALUKU disebut “JAZIRAT-AL-MULK”,” ungkap Komar, Jumat (4/5).

Lebih lanjut, Komar menambahkan bahwa Kebangkitan Eropa ditandai oleh konsumsi rempah yang sangat besar abad 15-18 M. Pada masa itu lahir REVOLUSI INDUSTRI di Eropa Barat

Berita Rekomendasi

Mula-mula Portugal merintis pembangunan benteng dan pelabuhan maritim dari Azores (Atlantik) tahun 1427 hingga Benteng Serao (Maluku) tahun 1527 dan Nagasaki (Jepang) pertengahan abad 16 M. Ke-40 benteng dan pelabuhan yang dibangun oleh Portugal masa itu menjadi cikal-bakal peradaban martim berbasis rempah, hingga awal abad 21 ini.

“Kalau dokumen ini tidak dibukukan, maka hilanglah sejarah kebesaran kita," ujar pria yang baru saja merayakan ulang tahun ke-50 ini. Ditambahkan oleh Komar, buku yang diterbitkan dengan bantuan tema-teman, termasuk putra NTT Yosef Berty Fernandez ini tidak hanya berbicara tentang masa lalu, namun juga bagaimana dokumen sejarah tersebut bisa memberikan bekal dalam mempersiapkan masa depan.

Dalam kajian Komar, ada tiga point dalam melihat pergeseran masa depan. Pertama,  pergeseran pusat gravitasi ekonomi sejak 1980-an dari Atlantik ke Asia Pasifik dengan perkiraan zona antara India-Tiongkok tahun 2045; Tiongkok merespons tren ini dengan strategi Jalur Sutera sejak tahun 2013; Amerika Serikat merespons dengan menggeser kekuatan maritim dari Eropa ke Asia Pasifik; Jepang-India sejak 2016, merancang koridor laut Asia-Afrika;

Kedua, bagi Negara-Bangsa RI, alinea ke-4 UUD 1945 menugaskan Pemerintah ikut menciptakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial; Bangsa Indonesia menghendaki tata-dunia yang damai, adil, dan ramah-lingkungan;

Ketiga, Zona Maluku dan sekitarnya memiliki akar dan nilai sejarah ratusan bahkan ribuan tahun membentuk peradaban dunia, kelahiran ekonomi global, pasar saham, asuransi, kompas navigasi, dan khususnya peradaban maritim, melalui hasil rempah-rempah.

Nilai sejarah dan strategis itu kini perlu direvitalisasi, dibangun untuk tata-dunia yang adil, damai, dan ramah-lingkungan, serta tercapainya cita-cita Rakyat Indonesia bersatu, adil, dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 45.

Triple Bottom Line

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas