Seekor Beruang Madu Dibebasliarkan ke Hutan
Karena terkena jerat yang menghancurkan sebagian kaki kiri depan, sehingga harus dioperasi dan tinggal menyisakan jempol
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Serambi Indonesia Asnawi Ismail
TRIBUNNEWS.COM, BANDA ACEH - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh bersama tim Pusat Kajian Satwa Liar (PKSL) Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) dibantu Yayasan Ekosistem Lestari Sumatra Orangutan Conservation Program (YEL-SOCP) dan sejumlah mahasiswa FKH Unsyiah, melepasliarkan satu individu Beruang Madu (Helarctos malayanus) ke kawasan hutan Aceh Besar, Rabu (16/5/2018).
Kepala BKSDA Aceh, Sapto Adi Pranowo, Rabu (16/5/2018) mengabarkan, beruang madu itu merupakan satwa dilindungi yang dievakuasi pada 24 November 2016 dari Desa Karak, Kecamatan Woyla Timur, Kabupaten Aceh Barat.
Karena terkena jerat yang menghancurkan sebagian kaki kiri depan, sehingga harus dioperasi dan tinggal menyisakan jempolnya saja.
"Setelah mendapatkan perawatan hampir satu tahun setengah untuk penyembuhan luka di kakinya, beruang malang itu dinilai telah siap untuk dilepasliarkan kehabitatnya," ujarnya.
Untuk kepentingan penelitian dan guna mengetahui pergerakan beruang tersebut, BKSDA Aceh didukung FKH Unsyiah memasang GPS Collar di leher beruang tersebut.
GPS Collar yang didatangkan langsung dari Swedia itu, akan mengirimkan sinyal ke satelit dan akan dipancarkan kembali ke receiver yang ada di BKSDA dan FKH Unsyiah.
"Dengan data dari GPS Collar tersebut, nantinya dapat diketahui dan dianalisa pola pergerakan, preferensi habitat serta jika ada hal-hal yang tidak diinginkan yang terjadi," ujarnya.
Seperti potensi konflik dengan warga, atau stagnasi pergerakan beruang yang bisa jadi sedang sakit atau bahkan mati, dapat diketahui dengan cepat.
Menurut keterangan produsen collar, baterai pada collar seharga lebih dari 3.000 dollar itu akan dapat bertahan sekurangnya 2 tahun.
"Semoga beruang madu yang dilepasliarkan tersebut dapat kembali hidup nyaman di "rumahnya"," ujarnya.