Pengamat dari Luar Negeri Bocorkan Siapa Target Sebenarnya Teroris, Ini Katanya
Greg Fealy, pengamat politik dan Islam Indonesia dari Australian National University (ANU) di Canberra mengatakan, polisi merupakan salah satu musuh
Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM - Tim gabungan dari Mabes Polri, Polda Jatim, dan Polrestabes Surabaya, melakukan olah TKP di Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS) Arjuno.
Olah TKP berlangsung pada Kamis (17/5/2018), sekitar pukul 14.30 WIB.'
Selanjutnya, tim gabungan akan melakukan olah TKP di GKI Diponegoro.
Sekitar 13 sampai 16 personel berada di TKP.
Belum diketahui pasti, apa saja yang akan dilakukan dalam olah TKP itu.
Awak media juga tak diperkenankan mengabadikan momen lebih dekat.
Penggeledahan rumah
Polisi kembali menggeledah rumah terduga teroris Ilham Fauzan di Jalan Abdul Wahab Siamin no 15, Dukuh Pakis, Surabaya, Kamis (17/5/2018) siang.
Dari pantauan TribunJatim.com, petugas selesai meggeledah rumah tersebut pada pukul 13.45 WIB.
Dari penggeledahan tersebut, polisi berhasil mengamankan barang bukti yang dibungkus dengan kantung kertas cokelat.
Sebelumya pada hari Selasa (15/5/2018) malam, polisi berhasil meringkus Fauzan beserta istri dan kedua anaknya.
Menurut Ketua RT setempat, Suntiani, pemeriksaan rumah berlangsung lancar.
"Keluarganya yang masih tinggal di rumah memang sudah ngomong ke saya, kalau polisi mau memeriksa mereka akan terbuka," ungkap Suntiani saat ditemui usai penggeledahan.
Selain keluarga Fauzan, memang masih ada penghuni lain di rumah tersebut, yaitu kedua orang tua Fauzan, Moh Alwi dan Raiah Saleh serta saudara Fauzan yang lain.
Aksi teror bom di Surabaya telah membuat masyarakat terguncang.
Sebab, dalam peristiwa itu muncul banyak korban.
Tak hanya orang dewasa, melainkan juga anak-anak.
Greg Fealy, pengamat politik dan Islam Indonesia dari Australian National University (ANU) di Canberra, mengatakan bahwa polisi merupakan salah satu musuh utama teroris.
Greg juga mengatakan bahwa serangan bom ke gereja di Indonesia sebetulnya tidaklah banyak terjadi.
"Polisi masih menjadi musuh utama atau target para jihadis," ujar Greg yang juga Kepala Departemen Perubahan Politik dan Sosial di ANU sebagaimana dikutip dari AustraliaPlus.
Meski begitu, tempat ibadah dan warga asing kemungkinan besar juga menjadi sasaran para teroris.
Greg menanggapi soal pernyataan polisi yang mengatakan keluarga pelaku bom Surabaya belum pernah ke Suriah.
Jika pelaku belum pernah ke Suriah, berarti ada oknum yang mengajari mereka.
"Tapi yang terpenting lagi ini menunjukkan banyaknya elemen yang butuh perhatian lebih, seperti siapa yang melatih dan mengajarkan mereka, terutama pada sang ayah, Dita untuk membuat bom yang cukup canggih dan menjadi yang terbesar sejak 2009," ucap Greg.
Greg berpendapat bahwa pejuang yang telah pergi ke Suriah dan kembali ke Indonesia memiliki kemampuan dalam membuat bom atau bahkan melakukan serangan.
Gerak-gerik mereka setelah kembali ke Tanah Air sangat penting untuk diawasi
Mereka yang pernah ke Suriah dan Irak juga memiliki suatu kemampuan karena telah bertempur di medan perang dan dianggap sebagai selebritis oleh komunitas teroris yang mengusung jihad.
"Dita menjadi contoh ini dan polisi tak memiliki informasi banyak soal dirinya. Tapi jika Dita mendapatkan pengetahuannya secara online, ini pun akan menjadi hal yang baru," imbuhnya.
Saat ditanya soal radikal dan toleransi di Indonesia, Greg berpendapat bahwa meningkatnya radikal Islam sedikit berlebihan.
"Bisa dikatakan berlebihan jika dikatakan adalah sebuah grup yang ingin menegakkan syariah atau mengubah Indonesia jadi negara Islam, karena politik Islam di Indonesia tidaklah efektif, meski media melaporkannya seolah sudah terjadi," ucapnya.
Menurutnya bibit radikal sebenarnya bisa dihentikan jika ada saluran politik yang sehat.
"Semakin banyak kita melibatkan orang-orang dengan berbagai pandangan ke dalam sistem politik untuk menyampaikan suara serta memberikan kesempatan, maka semakin kecil kemungkinan mereka untuk melakukan aksi radikal."
Menurutnya kondisi di Indonesia sekarang lebih memungkinkan untuk membuat semua kalangan terlibat politik yang sehat.
"Tapi ada sebagian kecil yang juga menolak apa yang disebut demokrasi dan ingin menggantinya dengan sistem lain."
"Seberapapun pluralisnya sebuah negara, tetap akan selalu ada sejumlah kecil yang menolak pandangan ini."
Greg juga menyampaikan dari data terbaru pengamatannya yang menunjukkan toleransi di Indonesia secara umum telah meningkat kurang dari 10 tahun terakhir.
Tapi ia mengakui kalau intoleransi justru juga meningkat, seperti di kalangan Muslim kelas menengah di kota-kota besar, yang menurutnya memiliki peran untuk menyingkirkan Ahok dari dunia politik.
"Data ini kompleks, karena tidak menunjukkan satu arah saja, tapi ada tren berbeda pada sejumlah kelompok warga."
"Secara keseluruhan warga Indonesia lebih toleransi saat ini dibandingkan 10 tahun," tambahnya.
Ia mengatakan banyak ditemui komentar di jejaring sosial, seperti di Facebook atau Instagram yang berbau intoleran, tapi ia setuju jika apa yang terjadi di dunia maya, tidak mewakili keadaan sebenarnya.