Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Mengenal Proses Panjang Buah Kolang Kaling dari Poho Aren hingga Menjadi Campuran Es Buah atau Kolak

Kolang-kaling kerap dijadikan sebagai bahan campuran untuk makanan atau minuman segar, semisal manisan, kolak, es campur hingga wedang Ronde.

Editor: Sugiyarto
zoom-in Mengenal Proses Panjang Buah Kolang Kaling dari Poho Aren hingga Menjadi Campuran Es Buah atau Kolak
Tribunjateng.com/Khoirul Muzaki
Petani memikul buah kolang kaling mentah dari kebun ke pinggir jalan raya Karangkobar Banjarnegara sebelum diangkut mobil 

Laporan Wartawan Tribun Jateng Khoirul Muzakki

TRIBUNNEWS.COM, BANJARNEGARA - Kolang-kaling kerap dijadikan sebagai bahan campuran untuk makanan atau minuman segar, semisal manisan, kolak, es campur hingga wedang Ronde.

Buah itu selalu diburu masyarakat dan meramaikan isi lapak pedagang saat Ramadan. Tak banyak yang tahu, darimana buah itu dihasilkan.

Kolang kaling 

Ada proses panjang hingga buah itu sampai di tangan pembeli yang siap untuk disantap. Di situ, tangan-tangan kuat petani desa ikut terlibat.

Di pegunungan Serayu utara Banjarnegara, pohon Aren masih banyak tumbuh di kebun-kebun milik warga. Dari pohon yang tinggi menjulang itu, buah kolang-kaling dihasilkan.

Hampir semua bagian tanaman ini dapat dimanfaatkan karena memiliki nilai ekonomi, termasuk buahnya.

Sutikno dan tiga temannya, warga Desa Sampang Kecamatan Karangkobar rehat sebentar usai menyelesaikan sebagian pekerjaannya.

Berita Rekomendasi

Keringat yang menggenangi kulit legamnya menunjukkan betapa keras mata pencahariannya.

Pekerjaan paling berat adalah memindahkan kolang-kaling mentah itu dari pohon hingga pinggir jalan raya.

Mereka harus mampu menaklukkan jalan setapak hutan yang berliku dan terjal. Sementara pundak mereka harus memikul beban kolang kaling yang cukup berat.

Keseimbangan tubuh harus selalu terjaga agar tidak terhuyung atau jatuh ke jurang.

"Membawanya berat. Kalau gak yang terbiasa, susah,"katanya, Jumat (18/5)

.
Petani memikul buah kolang kaling mentah dari kebun ke pinggir jalan raya Karangkobar Banjarnegara sebelum diangkut mobil (Tribunjateng.com/Khoirul Muzaki)

Untuk meraih buah itu bukanlah mudah. Sutikno dan kawannya harus memanjat pohon Aren yang tinggi menjulang hingga ke pucuknya.

Getah Aren bisa membuat kulit gatal. Semut Rang rang jadi musuh utama yang seakan menjaga buah itu dari tangan mereka.

Tetapi pengalaman puluhan tahun menekuni profesi itu membuat mereka kebal dengan tantangan tersebut.

Sutikno mengaku telah menjalani pekerjaan itu sejak puluhan tahun lalu. Ia membeli kolang-kaling ke petani dengan sistem tebas.

Ia kemudian berbagi tugas dengan temannya untuk memetik buah itu lalu mengangkutnya ke pinggir jalan raya.

Dalam lima hari, mereka bisa mengunduh lima rit buah kolang kaling yang dipetik dari beberapa pohon di lokasi berbeda.

Mereka cukup menumpuk buah mentah itu di tepi jalan sembari menunggu truk pengangkut datang.

Sutikno menjual kolang-kaling mentah itu ke pemilik industri makanan dari Kota Semarang.

"Langsung diambil dengan truk dari Semarang, di sana nanti diproses lagi,"katanya

Usaha kolang-kaling tidak pernah ada matinya seiring dengan tingginya permintaan pasar. Tetapi sumber bahan baku bisa terancam habis atau mati.

.
Petani kolang kaling (Tribunjateng.com/Khoirul Muzaki)

Saat permintaan tak terbendung, populasi tanaman Aren justru semakin berkurang. Sutikno kini merasakan sulitnya menemukan petani yang mau menjual buah kolang kalingnya.

Banyak pohon Aren di kebun-kebun warga yang ditebang hingga populasinya terus menyusut. Petani lebih memilih mengalihkan lahannya untuk ditanami tanaman lain yang lebih menguntungkan.

Kebun-kebun warga yang mulanya dipenuhi pohon Aren disulap jadi penuh tanaman musiman atau tahunan, semisal sayuran atau salak.

Kondisi ini tentu ikut menggusur mata pencaharian orang seperti Sutikno sebagai tengkulak kolang kaling, termasuk buruh angkut atau pemetik kolang kaling.

Kini, dalam setahun, ia dan teman-temannya hanya bisa memetik dan menjual buah kolang kaling empat kali dalam setahun.

Padahal, dahulu ia hampir setiap bulan bisa memetik dan menikmati keuntungan dari bisnis tersebut.

"Sekarang susah cari pohon Aren sudah semakin jarang, gak seperti dulu,"katanya

Menurut Sutikno, pohon Aren sebetulnya termasuk tanaman yang cukup menguntungkan secara ekonomi. Hampir seluruh bagian tanaman bisa dimanfaatkan.

Nira Aren dapat dimanfaatkan untuk minuman manis atau gula Aren. Ijuknya bisa digunakan untuk atap rumah, atau sapu. Serta batangnya bisa dimanfaatkan untuk bahan bangunan.

Dan tentu saja, buah tanaman itu bisa jadi bahan beragam produk makanan atau minuman segar.

Sayang, selama ini tanaman Aren di wilayah ini belum termanfaatkan dengan baik. Petani lebih banyak memanfaatkan niranya untuk pembuatan gula Aren.

Sementara untuk pemanfaatan bagian tanaman lain untuk bahan industri belum ditekuni warga.

Buah kolang kaling pun hingga saat ini masih dijual mentahan ke tengkulak atau pengusaha.

Belum terlihat usaha kecil yang mengolah buah mentah ini menjadi kolang-kaling siap saji. Wajar nilai ekonomi yang didapatkan petani selama ini masih kecil. (*)

Sumber: Tribun Jateng
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas