Layani Buka Puasa di Pengungsian Merapi, ACT Luncurkan Humanity Food Van
Dalam suasana gelap total, Selasa (22/5) pukul 01.47 WIB, suara dentuman dan kilatan jelas terlihat di puncak kawah Merapi. Padahal, sebagian besar...
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, SLEMAN - Dalam suasana gelap total, Selasa (22/5) pukul 01.47 WIB, suara dentuman dan kilatan jelas terlihat di puncak kawah Merapi. Padahal, sebagian besar warga di lereng Merapi yogyakarta ini sedang bergegas menyiapkan menu santap sahur di rumah masing-masing.
Tapi dentuman Merapi yang terjadi kurang lebih tiga menit, akhirnya memaksa warga untuk bergerak mengungsi. Santap sahur terpaksa dituntaskan di barak-barak pengungsian.
Hingga Selasa dini hari, BPBD mencatat, jumlah pengungsian di sembilan titik aman mencapai 1.522 warga. Pergerakan pengungsi paling banyak tercatat berada di SD Sanjaya Tritis/Turgo mencapai 510 jiwa, kemudian juga di Desa Glagaharjo dengan jumlah pengungsi malam tadi mencapai 371 jiwa.
Baca: Bukan karena KDRT, Ade Maya Merasa Takdirnya Harus Bercerai
Jelang subuh sampai matahari terbit, Selasa (22/5) pagi, hujan abu dikabarkan mulai turun tipis di sekitaran lereng Merapi. Tiga kecamatan di Kabupaten Sleman dilaporkan terus menerus mengalami hujan abu sejak Senin dini hari. Wilayah tersebut meliputi Kecamatan Cangkringan, Pakem, dan Kecamatan Ngemplak. Hujan abu juga dilaporkan turun tipis di sepanjang Jalan Kaliurang.
Agus Budi, Kepala Cabang Aksi Cepat Tanggap (ACT) Yogyakarta mengatakan, tim Emergency Response ACT telah bergerak ke lereng Merapi.
“Setelah subuh, Selasa pagi tadi Tim ACT telah bergerak menuju ke lereng Merapi untuk mendistribusikan masker bagi pengungsi di barak-barak. Hari ini, Humanity Food Van ACT juga akan merapat ke lereng Merapi, membawa ratusan paket makanan siap santap untuk berbuka puasa,” kata Agus Budi.
Humanity food Van ini merupakan dapur umum berjalan yang dimiliki ACT Yogyakarta guna melayani korban bencana alam dan kebutuhan pangan bagi masyarakat kurang mampu.
Seperti diketahui sudah dua hari terakhir, jelang sahur, suara dentuman dari puncak Merapi membuat takut ratusan warga di desa-desa sekitar lereng Gunung Merapi. Sejak Senin (21/5) dini hari hingga Selasa (22/5) dini hari, terhitung sudah empat kali erupsi meletup mengeluarkan abu vulkanik dari puncak Merapi.
Meski termasuk dalam erupsi freatik, erupsi terakhir Selasa (22/5) sampai membubungkan abu hingga 3.500 meter dari mulut kawah.
Imbas rentetan erupsi berturut-turut di malam Ramadan ke-5 dan ke-6 ini, Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) menaikkan status Merapi dari NORMAL menjadi WASPADA.
Kenaikan status ini berarti masyarakat tak boleh beraktivitas sama sekali di dalam radius 3 km dari puncak Gunung Merapi, termasuk aktivitas pendakian dan pertanian.
Mengutip data dari BPBD DIY, Selasa malam tadi, menjelang sahur sekitar pukul 01.47 WIB, letusan terakhir Merapi terjadi selama tiga menit. Tinggi kolom abu mencapai 3,5 kilometer di atas puncak Merapi. Abu vulkanik kemudian terbawa angin hingga ke arah barat.
Imbas erupsi cukup besar ini, terjadi dentuman dan kilatan terang. Jelang sahur suara dentuman cukup keras ini lantas memicu kepanikan warga. Hingga akhirnya Selasa dini hari tadi, ratusan warga melakukan pergerakan secara mandiri ke beberapa titik aman.