Ombudsman RI Temukan Maladministrasi Pengangkatan Guru Besar Unima
Ninik mengatakan, seyogyanya dalam melakukan penyertaan ijazah lulusan luar negeri harus disertai dengan persyaratan student visa
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ombudsman RI (ORI) menemukan adanya maladminitrasi saat pengangkatan Guru Besar Universitas Negeri Manado atau Unima yang bernama Julyeta Paulina Amelia Runtuwene.
ORI menerima Laporan Masyarakat atas nama Stanly Handry Ering dan Dewan Pimpinan Pusat Pelopor Angkatan Muda Indonesia (DPP PAMI).
Baca: PVMBG Ungkap Peningkatan Tekanan Magma di Perut Gunung Agung Terjadi Sejak Mei 2018
"ORI telah melakukan serangkaian pemeriksaan dan menyatakan telah menemukan maladminitrasi," kata anggota ORI, Ninik Rahayu, di kantor ORI, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (2/7/2018).
Kasus ini berawal dari tahun 2016 silam, di mana Julyeta menjadi peserta seleksi calon rektor Unima.
Namun, keikutsertaan Julyeta mendapat respon dari beberapa civitas akademika kampus itu.
Disinyalir, ijazah S3 atas nama Julyeta bermasalah.
Ninik mengatakan, seyogyanya dalam melakukan penyertaan ijazah lulusan luar negeri harus disertai dengan persyaratan student visa.
Sedangkan, saudari Julyeta tidak melengkapi syarat itu, saat penyertaan ijazah Docteur bidang ilmu Sciences de Information et de la Communication.
"Sehingga putusan penyertaan ijazah S3 Julyeta yang dinyatakan dalam Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Kementerian Pendidikan Nasional bernomor: 2024/Dikti/Kep/IJLN/2010, tertanggal 18 Oktober 2010 tidak sesuai prosedur yang berlaku," jelas Ninik.
Selain itu, kenaikan jabatan fungsional dosen menjadi guru besar yang tertuang dalam keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor: 59821/A4.5/KP/2010 tertanggal 2 Agutus 2010, juga tidak berlaku.
"Saat diangkat menjadi guru besar yang bersangkutan belum mendapatkan keseteraan ijazah dari Pemerintah. Julyeta baru mengajukan penyertaan pada 24 September 2010 dan keluar pada 18 Oktober 2010," tutur Ninik.
Setelah menemukan adanya maladministrasi, ORI menyampaikan Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) kepada Menristek Dikti pada Juni 2017 lalu.
"LAHP tersebut tidak dilakukan oleh Menristek Dikti, sehingga ORI mengeluarkan rekomendasi," ungkap Ninik.
Baca: Tujuh Rekomendasi Amnesty International Indonesia untuk Penanganan Kasus Pelanggaran HAM
Salah satu rekomendasi yang diberikan kepada Menristek Dikti adalah melakukan evaluasi terhadap hasil penyertaan ijazah atas nama Julyeta Paulina Amelia Runtuwene.
"Kemudian, mencabut juga keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor: 59821/A4.5/KP/2010 tertanggal 2 Agutus 2010, mengenai penangkatan sdri. Julyeta dalam jabatan akademik/fungsional dosen sebagai Profesor/Guru besar dalam bidang ilmu Teknologi Informasi," jelas Ninik.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.